Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini Kratom ramai diperbincangkan. Baik mulai kebijakan Presiden Jokowi dan DPR yang sedang mengatur regulasinya.
Seperti diketahui, daun kratom ini sudah lama digunakan sebagai obat tradisional di Kalimantan Barat (Kalbar).
Bahkan, dari berbagai sumber, pada saat Covid-19, daun Kratom ini digunakan sebagai sajian seperti teh, dan khasiatnya diduga dapat menguatkan imun.
Namun, dari data penelitian menyebutkan penggunaan Kratom di dosis rendah berefek stimulan, tetapi pada dosis tinggi mengakibatkan depresi dan withdrawal (gejala putus obat).
Sontak, hal ini menuai reaksi dari beberapa kalangan, terutama dari DPR hingga Bnn sehingga pemerintah perlu mengatur legalitas tanaman endemik Asia Tenggara tersebut.
Menurut anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto, legalisasi Mitragyna Speciosa atau kratom perlu menunggu hasil penelitian guna mempelajari substansi dan efek tanaman tersebut demi keamanan publik.
Bahkan dia menjelaskan, akhir pekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan menteri dan kepala lembaga untuk membicarakan kratom, tanaman yang disebut sudah ditanam oleh 18 ribu petani dan masih diteliti oleh BRIN didampingi BPOM.
Lanjutnya, sebagian masyarakat pada beberapa daerah sudah memanfaatkan untuk konsumsi pribadi hingga ekspor, karena adanya klaim bahwa tanaman itu dapat menambah stamina, mengatasi nyeri, dan meningkatkan suasana hati.
Dia pun merujuk pada Surat Edaran Kepala BPOM Nomor HK.04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) Dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.
Selain itu, sejauh ini Badan Narkotika Nasional (BNN) masih ingin menyatakan kratom sebagai narkotika. Namun hal ini masih harus menunggu penelitian dan kajian ilmiah.
Edy mengatakan daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Selain itu alkaloid juga yang memberi efek meningkatkan energi.
Legislator itu menyebutkan di beberapa negara tanaman tersebut dilarang. Contohnya di Denmark, Polandia, Swedia, dan Irlandia.
Dia menambahkan Malaysia, Myanmar, dan Australia, juga melarang zat yang terkandung dalam kratom untuk dikonsumsi.
Menurutnya, semua klaim tentang manfaat kratom harus dibuktikan secara ilmiah.
Sebagai mitra Komisi IX, BPOM diminta untuk melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan, baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri. (awy)