Tuntutannya JPU juga telah abai terhadap komitmen Kejaksaan Agung RI dalam PERJA No. 15 Tahun 2020 yang telah mengedepankan sisi humanis dan pemulihan keadaan daripada pendekatan pembalasan.
Dalam Pedoman Jaksa Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Untuk perkara tindak pidana dimana perempuan dan/atau anak sebagai pelaku, JPU harusnya mempertimbangkan keadaan khusus yang melatarbelakangi tindak pidana yang dilakukan oleh perempuan dan/atau anak dengan memperhatikan, diantaranya, riwayat kekerasan yang pernah dialami, kondisi psikologis, posisi dalam kelompok rentan, kondisi stereotip gender dan relasi kuasa, dan/atau kondisi lain yang melatarbelakangi.
Demikian berdasarkan alat bukti terhadap keadaan khusus dimaksud Penuntut Umum dapat menggunakannya sebagai pertimbangan sebagai alasan pembenar, meniadakan kesalahan, ataupun keadaan yang meringankan.
Satu-satunya harapan adalah putusan Majelis Hakim yang olehnya itu Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo diharapkan akan memberikan putusan dengan pendekatan Restorative Justice (Keadilan yang memulihkan) yang telah menjadi salah satu arah kebijakan dan strategi bidang penegakan hukum dalam RPJM Nasional 2020 – 2024 (Perpres No. 18/ 2020). (ebs)
Load more