Jakarta, tvOnenews.com - Anggota Komisi B Bidang Ekonomi DPRD DKI Jakarta Farazandi Fidiansyah meminta 25 ruas jalan yang ditargetkan sebagai lokasi penerapan kebijakan jalanan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) perlu dikaji ulang.
"Yang saya tahu, ERP itu biasanya untuk mengurangi kemacetan di jalur atau jalan-jalan utama area bisnis pada jam-jam tertentu. Nah ini harus dikaji ulang kalau mau diterapkan di 25 ruas jalan ini," kata Farazandi, di kantor DPW PAN DKI Jakarta, Jakarta Timur, pada Kamis (12/1/2023).
Lebih lanjut, Farazandi menegaskan bahwa 25 ruas jalan yang tertera di dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (P2LSE) lebih sering digunakan masyarakat sebagai jalur pulang dan pergi.
Maka dari itu, masalah ERP ini perlu dikaji secara komprehensif. Tidak bisa sembarangan memberi sanksi apabila melakukan pelanggaran.
"Mungkin sebagian besar bukan area bisnis tapi area lalu lalang pergi dan pulang masyarakat, ini harus ada rekayasa lalu lintasnya juga kan," ungkapnya.
"Makanya ini perlu (dikaji) komprehensif lah, enggak bisa oh hanya ERP saja, kalau bermasalah tilang. Oh ini bisa mengurangi kemacetan nyatanya di negeri seberang sebaliknya, oh ini untuk beralih ke transportasi umum, jadi harus betul-betul dipikirkan dan dikaji matang-matang," sambung dia.
Apalagi negara Singapura telah menerapkan kebijakan ERP ini. Sudah ada benchmarking, terutama di Singapura kebijakan ERP ini telah berjalan secara optimal. DKI Jakarta dapat belajar dari Singapura.
Kebijakan ERP Jangan Dijadikan Sumber Pendapatan Daerah
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Farazandi Fidiansyah sebut jika penerapan kebijakan jalanan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) tidak dapat dijadikan sebagaisumber pendapatan daerah.
"Sejatinya ERP ini harus untuk sarana mengurai kemacetan dan mengurangi volume kendaraan. Tapi kalau cara pandanganya untuk optimalisasi sumber pendapatan daerah," kata Farazandi, saat ditemui di Kantor DPW PAN DKI Jakarta, Jakarta Timur, pada Kamis (12/1/2023).
Meski begitu, Pemprov DKI Jakarta juga tidak dapat memilih diantara kedua pilihan tersebut. Apakah dimanfaatkan sebagai upaya mengurai kemacetan atau pun sumber pendapatan daerah.
Sebab, keduanya harus berjalan dengan selaras. Sehingga perlu pembahasan lebih mendalam sebelum memutuskan untuk menerapkan kebijakan ERP ini.
"Nah, kalau ini hanya dipilih salah satu, saya yakin ini tidak akan efektif. Harus secara komprehensif dan integrated harus bisa dilakukan. Kita butuh alternatif solusi yang sangat-sangat komprehensif," jelas dia.
Apalagi melihat situasi DKI Jakarta setelah Presiden Joko Widodo mencabut status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Jalanan Ibu Kota menjadi jauh lebih macet daripada biasanya.
Bahkan politikus partai PAN ini mengatakan polemik kemacetan ini hingga menembus jalanan tol, yang notabene jalanan berbayar bebas hambatan.
Untuk itu, Farazandi meminta kepada Bahan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) dapat menggodok draft Raperda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (P2LSE) dengan matang.
"Jadi saya berharap di Bapemperda ini bisa menggodok dengan matang, Dinas Perhubungan juga tidak setengah-setengah. Tidak terburu-buru, jadi saat ini berlangsung harus berjalan dengan baik," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik.
Melansir draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (P2LSE) berbunyi kebijakan ini akan diterapkan pada beberapa ruas jalan di waktu tertentu.
"Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik pada Kawasan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik diberlakukan setiap hari dimulai pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 waktu indonesia bagian barat," bunyi Pasal 10 ayat 1, dikutip pada Selasa (10/1/2023).
Kendati demikian, Gubernur dapat memberikan persetujuan untuk sementara waktu tidak memberlakukan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hari tertentu dan/atau waktu tertentu setelah mendapatkan usulan dari Dinas.
Sementara, untuk besaran Tarif Layanan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik dan penyesuaiannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta. (agr/muu)
Load more