"Kita akan coba libatkan ahli pidana dan ahli kedokteran. Karena, kita akan melihat tentang janin itu, apakah itu masuk dalam peristiwa pembunuhan atau tidak. Jadi pasalnya masih berkembang sementara," ujarnya.
"Karena di saat kita temukan yang bersangkutan melakukan aborsi dan itu diatur dalam Undang-undang kesehatan, iya kita kenakan Pasal 75 dan juga dia dokter gigi yang bukan keahliannya di bidang itu, makanya kita gunakan Pasal 77 dan 78 Undang-undang tentang pelatihan kedokteran," jelasnya.
Ia juga menyatakan, bahwa untuk dijerat pasal pembunuhan, hal itu bisa saja karena kasus ini masih berkembang karena pihaknya akan menangani kasus tersebut dengan cara profesional.
"Bisa saja (dijerat pasal pembunuhan). Ini kan terus berkembang, nanti tersangka maupun pasal yang diterapkan. Karena, kita betul-betul profesional, jangan sampai nanti pasal yang kita terapkan malah tidak memberi dampak terhadap penyidikan itu," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa tersangka ini bisa mendapatkan hukuman yang lebih berat dalam kasus yang ketiga kalinya. Karena, sebelumnya tersangka sudah dua kali dipenjara dengan kasus yang sama sehingga memiliki status residivis.
"Saya pikir iya, kita akan kenakan sebagai residivis. Jadi dalam penerapan hukum selanjutnya, dia juga akan disampaikan bahwa yang bersangkutan adalah residivis. Dan mudah-mudahan ini akan memberikan keyakinan hakim nantinya, pada saat persidangan bahwa yang bersangkutan ini layak mendapatkan hukuman yang lebih berat," ungkapnya.
Sementara, saat ditanya apakah benar tersangka belajar otodidak saat melakukan aborsi. Menurutnya, dari pengakuan tersangka melakukan aborsi dengan cara otodidak dan dilihat dari track recordnya, tersangka sudah berpengalaman karena sudah sejak tahun 2006 membuka praktik aborsi.
Load more