Denpasar, tvOnenews.com - Keberadaan vila dan homestay ilegal yang beroperasi tanpa membayar pajak dan merugikan Bali ditengarai mulai menjamur sejak 2015. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya.
"Hampir seluruh Bali, hampir 20 hingga 30 persen vila Ilegal harus kita tertibkan, homestay ilegal juga cukup banyak. Kita harus dorong terus dan mengupayakan agar mereka masuk anggota asosiasi. Kan, sudah ada Bali Vila Association. Tapi kalau dia memang mau masuk ke PHRI tidak ada masalah," kata dia, usai menghadiri Rapat Koordinasi Pariwisata, di Kantor Gubernur Bali, Rabu (31/5).
Modus pembangunan vila ilegal di Bali dilakukan dengan berbagai cara, awalnya menggunakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) residen untuk awal pembangunan lalu disewakan. Sementara, keberadaan vila ilegal di Bali sudah ada sejak 2015.
"Vila ilegal sudah 2015 waktu saya mengadakan riset. (Modusnya) bisa saja dia pakai IMB untuk residen dulu kan, tidak pakai izin vila, tidak pakai izin pondok wisata, tidak pakai izin hotel. Kemudian dia pakai private kemudian disewakan," imbuhnya.
Ia juga menyatakan, bahwa keberadaan vila dan homestay ilegal membuat pariwisata Bali berpotensi kehilangan pajak karena mereka menyewakan secara online.
"Akan ada potential loss untuk revenue kita. Tentu kita tidak bisa kenakan pajak karena mereka jualnya online," jelasnya.
Ia menyebutkan, jumlah vila di Bali juga tidak valid dan menurutnya ada ketidaksesuaian data jumlah vila antara Dinas Pariwisata, Dinas Perizinan dan Pajak di Bali.
"Saya pernah mendata, di Dinas Pariwisata datanya beda dengan Dinas Perizinan. Di (dinas) perizinan beda dengan Dinas Pendapatan. Itu yang terjadi maka dari ini sinkronisasi harus ada, dan datanya harus valid. Upayakan kita harus punya data base itu harus dikaji ulang, makanya antara pemerintah dan industri dan masyarakat juga harus berkolaborasi," ujarnya.
"Datanya memang bisa langsung dicek pasti beda. Waktu 2015 saya mendata, kemudian dapat perbedaan kemudian terjun ke lapangan justru jauh lebih itu," jelasnya.
Sementara, vila Ilegal ini baru akan diterbitkan saat ini oleh Gubernur Bali karena menurutnya pariwisata Bali sudah lama tidak terarah.
"Karena sudah terlalu lama pariwisata Bali tidak terarah. Sekarang dengan visi Gubernur Bali khususnya di bidang pariwisata itu, jadi harus kita lakukan dan ini momen yang baik," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga membenarkan ada beberapa Warna Negara Asing (WNA) atau investor asing yang meminjam nama warga lokal atau nomine untuk membangun vila ilegal di Bali.
"Nomine karena mereka tidak bisa hak milik, mereka melakukan nomine. Misalnya WNA ingin beli rumah di sini pakai nomine atau dia menikah dengan orang lokal," ujarnya.
Kedepannya, pihaknya berharap tim Satuan Tugas (Satgas) yang sudah dibentuk Pemerintah Provinsi Bali bisa menertibkan keberadaan vila dan homestay ilegal.
"Mudah-mudahan tim satgas akan berupaya keras untuk melakukan penertiban. Karena aturan ini tegak lurus jadinya. Harusnya aturan ini mengupayakan bahwa betul-betul wisatawan akan menginap di sarana akomodasi pariwisata entah itu vila, hotel dan pondok wisata yang legal," ujarnya. (awt/far)
Load more