Ia juga menyebutkan, masyarakat bisa membeli air bersih itu Rp100 ribu dalam satu tangki dan itu bisa dipakai selama tiga hari oleh warga, dan itu terjadi kepada warga yang berada di Puncak Mundi dan beberapa desa lainnya yang ada di Nusa Penida.
"(Permasalahan krisis air) sudah beberapa tahun ini, ada yang bisa beli Rp100 ribu. Kita juga sudah sering menyuarakan di provinsi cuman itu kewenangan kabupaten. Karena itu sumber air yang dikelola sama Pemerintah Provinsi Bali," sebutnya.
Namun, menurutnya yang lebih parah bagi warga yang membuka usaha penginapan per hari mereka bisa mengeluarkan Rp300 ribu untuk membeli air bersih.
"Kalau yang parah itu hotel atau yang punya penginapan kecil. Itu dia bisa beli airnya Rp300 ribu per hari satu tangki. Banyak sih (yang krisis air) ada beberapa desa terutama daerah pariwisata yang ada di Jungutbatu, Nusa Penida (mengalami krisis air)," ujarnya.
Ia juga menyampaikan, selain krisis air, ada juga beberapa persoalan di Nusa Penida terkait dengan kemacetan di sejumlah ruas jalan di Nusa Penida. Jika dari lebar jalan dan juga kondisi jalan tentu masih sangat tertinggal dibandingkan jalan yang kini ada di Bali daratan. Ketertinggalan infrastruktur jalan ini, diharapkan dapat diatasi agar dapat menunjang pariwisata yang berkembang di Nusa Penida.
"Harapan kami agar rencana Jalan Lingkar Nusa Penida yang sampai saat ini belum terealisasi bisa mendapatkan perhatian baik dari Pemprov Bali mau pun Pemerintah Pusat. Mengingat Nusa Penida menjadi pariwisata terkenal di dunia. Kondisi infrastruktur di Nusa Penida juga menjadi cerminan pembangunan di Bali dan juga Indonesia. Jangan sampai tertinggalnya infrastruktur di Nusa Penida menjadi cerminan negatif terhadap pemerintahan saat ini," ujarnya. (awt/far)
Load more