Denpasar, tvOnenews.com - Kepala Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali, Anggiat Napitupulu menerangkan awal mula bagaimana petugas imigrasi Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, memeriksa paspor seorang wanita Warga Negara Asing (WNA) asal Australia bernama Monique Sutherland (28) yang mengaku diancam dideportasi, karena paspornya kotor dan harus membayar uang Rp15 juta.
Monique Sutherland mengaku diinterogasi oleh petugas imigrasi Bali. Menurut Anggiat, itu sebenarnya dilakukan interview atau wawancara kepada Monique Sutherland terkait paspor yang rusak atau basah karena hal itu sesuai SOP di setiap bandara, dan dilakukan di ruangan resmi kantor imigrasi Bali di Bandara I Gusti Ngurah Rai.
"Itu memang SOP terminal internasional setiap bandara dan tidak ada wawancara di counter. Kalau ada second layernya, itu biasnya wawancara singkat kalau di counter. Sehingga masing-masing terminal internasional itu ada officenya," kata Anggiat di Kantor Kemenkumham Bali, Selasa (11/7).
"Jadi karena ada pendalaman kenapa (paspornya) rusak, dia dibawa ke ruang sendiri. Ruangan itu bukan ruangan yang tidak resmi, itu officenya imigrasi di bandara, sehingga interview di situ. Memang saat di interview belum apa-apa dia sudah menangis, ibunya juga sudah menangis," imbuhnya.
Namun, saat dilakukan interview juga didampingi oleh pihak Airline Batik Air dan akhirnya Monique Sutherland dibolehkan masuk Bali dengan jaminan dari pihak Airline Batik Air.
"Tapi orang airline ada yang datang mendampingi. Karena orang airline yang menyatakan bahwa paspor itu rusak diketahui sejak dari Melbourne. Sehingga ada dialog di situ, diserahkan kepada airline. Airline juga memberikan surat jaminan kalau semua risiko akan ditanggung mereka. Dan diizinkan masuk ke Bali," ujarnya.
Kemudian, soal Monique Sutherland yang mengaku akan dideportasi karena masuk Bali dengan paspor yang rusak, Anggiat mengatakan bahwa tidak ada pengancaman deportasi itu, tetapi hanya ada konsekuensinya bisa dipulangkan, bila menggunakan paspor yang rusak.
"Bukan ancaman, disampaikan saja apa konsekuensinya. Kalau memang maskapai tidak tahu dari awal bahwa paspornya basah, maskapai tidak akan memberikan garansi, bahwa mereka (maskapai) akan menanggung risikonya. Konsekuensinya seperti biasa, kamu akan pulang balik," ujarnya.
"Maskapai memberi jaminan bahwa paspornya dari kacamata mereka tidak rusak berat, karena memang tersiram parfum, itu versi mereka. Sehingga mereka kasih jaminan dengan pertimbangan bahwa dia berwisata ke Bali dengan ibunya. Mungkin ada sense of humanity, masa dipisah anak dengan mamanya," jelasnya.
Selain itu, Monique Sutherland dengan ibunya masuk ke Bali menggunakan visa on arrival (VoA) dan melakukan perpanjangan VoA. Sebelum 30 hari sudah kembali ke negaranya.
Kemudian, Anggiat juga menyampaikan, paspor tidak boleh rusak sesuai dengan aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan memang ada denda kepada airline sebesar 5000 USD.
"Bahwa paspor tidak boleh rusak, tidak boleh kotor. Oleh karena itu, ada ketentuannya kalau memang airline tidak tahu dan (penumpang) masuk, airline yang kena denda. Dendanya besar, dari aturan itu bisa 5000 USD," ujarnya.
"Tapi kalau dari awal airline tahu, memberi excuse (izin), ada surat keterangan kenapa dikasih excuse, mungkin karena sudah punya tiket PP, mungkin kemanusiaan, atau kalau bersama orang tua. Sehingga kalau begini, kita ada second layer process, kita interogasi dia dan airline yang membawa juga kita interogasi," ujarnya.
Anggiat juga menyatakan, bahwa soal peristiwa ini, pihaknya masih melakukan pendalaman untuk mengetahui permasalahan sebenarnya.
"Kita ada pendalaman, mungkin satu hari ini saya akan dapat informasi yang lebih dalam karena pimpinan pusat sudah menanyakannya," ujarnya.
Seperti dilansir Daily Mail, saat check-in di konter Batik Air di Bandara Tullamarine di Melbourne, Australia, Monique Sutherland diminta menandatangani formulir biru tambahan. Hal itu karena paspornya yang sudah berusia tujuh tahun sedikit kotor.
Dia mendapat hambatan ketika di Imigrasi Bali. Saat menyerahkan formulir biru tambahan itu, Monique Sutherland kemudian dibawa ke ruang interogasi oleh petugas. Monique melancong ke Bali bersama ibunya.
"Saya ditanya apakah saya sendirian, dan apakah saya seorang traveler biasa (yang sebenarnya bukan). Lalu saya dibawa ke ruang interogasi kecil," ujar Sutherland.
"Para pejabat terus keluar dan masuk dan menanyai saya selama lebih dari satu jam," tambahnya.
Hal yang membuat Sutherland ketakutan adalah ketika para petugas itu tertawa dan berbicara dalam Bahasa Indonesia. Kemudian petugas menyebut bahwa dia terancam dideportasi karena masuk ke Indonesia dengan paspor yang rusak.
Menurut Sutherland, para petugas itu menawarkan solusi agar tidak dideportasi dan tetap bisa berada di Bali, tapi syaratnya mesti membayar AUD 1.500 atau sekitar Rp15,2 juta.
Solusi itu ditolak oleh Sutherland, karena dia merasa paspornya tidak bermasalah, terbukti ketika digunakan saat berangkat dari Australia. Dia enggan membayar denda tersebut.
"Tapi, paspor saya benar-benar diterima dan sudah dicap untuk masuk visa, dan baru setelah saya menyerahkan formulir biru yang saya ambil," bebernya.
Lalu, petugas imigrasi itu kemudian beralih menanyai ibunda Sutherland dengan mengatakan tidak akan mengembalikan paspor apabila denda itu tidak dibayar.
"Mereka mendekati ibu saya yang ketakutan dan meyakinkannya untuk membayar. Mereka juga mengatakan jika tidak membayar, saya tidak akan mendapatkan paspor saya kembali," tuturnya.
Akhirnya, terpaksa Sutherland membayar denda yang diminta oleh petugas imigrasi tersebut. Setelah membayar, ibu dan anak ini dikawal keluar bandara tanpa interogasi lebih lanjut. (awt/far)
Load more