Samijaya juga menilai, yang dilakukan oleh Arya Wedakarna adalah mengganggu keharmonisan umat beragama di Pulau Bali dan umat muslim dan umat Hindu telah hidup harmonis dan berdampingan sejak abad- 13 yang lalu dan itu bisa dilihat dengan berdirinya kampung-kampung Islam di Bali.
"Menurut saya, sangat menganggu (keharmonisan). Dia lupakan sejarah, bahwa hubungan harmonisasi antara saudara Hindu dan saudara muslim itu sudah terjadi sejak abad ke 13. Di mana kemudian, ada Kampung Islam Gelgel, Kampung Islam Pegayaman, Kampung Islam Serangan dan Kepaon dan lain sebagainya," ungkapnya.
Ia juga menyatakan, bahwa selama ini tokoh-tokoh Hindu di Bali selalu menjaga kerukunan dan harmonisasi antara umat beragama di Bali. Bahkan, ada tradisi ngejot sebagai jalinan silaturahmi kepada sesama untuk membentuk toleransi antara umat beragama di Bali.
"Selama ini, saya melihat tokoh-tokoh Hindu yang lain begitu menjaga sikap perilaku dalam menjaga kerukunan dan harmonisasi diantara umat beragama. Khususnya, terhadap umat muslim, bahkan kita mengenal ada budaya ngejot di Kampung-kampung Islam yang berada di mayoritas Hindu, sangat-sangat menjaga toleransi," ujarnya.
"Tetapi AWK ini, saya lihat bukan kali ini saja membuat statement-statemen kontroversial, baik terhadap umat muslim, maupun terhadap umat Hindu sendiri. Kasus di Nusa Penida, dia kan sampai didemo oleh masyarakat Nusa Penida dan lain sebagainya," ujarnya.
Pihaknya juga tidak mengerti, apa motifnya dari Arya Wedakarna sesungguhnya dan malah pihaknya menduga bahwa apakah AWK ini mau berjualan politik dengan menggunakan isu-isu SARA dan rasis. Karena, AWK kembali maju menjadi calon anggota DPD RI pada Pemilu 2024 mendatang.
"Saya tidak mengerti motifnya ini apa, apakah dia ini mau jualan politik dengan isu itu, untuk meningkatkan elektoral dia dalam pencalonannya lagi di pemilu 2024 atau apa motifnya. Saya sangat menyayangkan, dia punya motif seperti itu dengan jualan -jualan isu SARA, rasis untuk jualan politiknya," ujarnya.
Load more