Ia juga membacakan, kata-kata Arya Wedakarna yang diduga melakukan penistaan Agama Islam.
"Kita pakai bahasa Balinya yang tamiu-tamiu (tamu-tamu) yang tinggal sementara itu, lagi cari makan, tamiu ya pak ya, anda kan pendatang di sini, hah, Dan kenapa, apa agama sampean nggak ngajari hah? apa agama kamu, hina sekali kamu kamu ini ya, ganti itu, saya nggak mau yang front liner-front liner itu, saya mau gadis Bali yang kayak kamu rambutnya keliatan terbuka. Jangan kasih yang penutup penutup nggak jelas, this is not midle east".
Lewat pernyataan itu, pihaknya menilai Arya Wedakarna mengucapkan kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh anggota DPD RI yang seharusnya ketika berbicara mampu mengendalikan diri dalam setiap ucapan, sikap dan perilaku guna menjaga perasaan orang lain.
Kemudian, sesuai kode etik DPD RI huruf e dan pernyataan tersebut bertentangan
dengan konstitusi NKRI, Pasal 28 E, Ayat (2) Undang-undang NKRI tahun 1945 yang bunyinya "Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya".
Selanjutnya, Pasal 29, Ayat 2 UUD NKRI 1945, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Pernyataan Arya Wedakarna tersebut, telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan, dan merupakan ujaran kebencian dan penistaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 45 A (2) jo 28 (2) Undang-undang Nomor 19, Tahun 2016, perubahan atas Undang-undang Nomor 11, Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 156 a ayat (1) KUHP pidana," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, Arya Wedakarna bukan hanya kali ini menyulut dugaan penistaan agama dan ujaran kebencian akan tetapi pihaknya menduga Arya Wedakarna telah berulang kali mengeluarkan pernyataan yang sangat provokatif dan menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat khususnya di Bali.
Load more