Denpasar, tvOnenews.com - Seorang ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Buleleng, Bali ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali atas dugaan korupsi dengan modus pinjaman fiktif dengan total kerugian sekitar Rp10 miliar lebih.
Kasubdit lll Ditreskrimsus Polda Bali AKBP M. Arif Batubara, mengatakan tersangka ditangkap karena melakukan dugaan tindak pidana korupsi pada LPD Desa Adat Ngis, Desa Tembok, dengan cara membentuk pinjaman semu atau fiktiff atas nama Ketua LPD Ngis atau dirinya, keluarganya, maupun orang lain.
"Dan melakukan penarikan tabungan serta deposito nasabah tanpa sepengetahuan pemilik tabungan atau deposito. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian daerah Desa Adat Ngis," kata AKBP M. Arif Batubara saat konferensi pers, di Ditreskrimsus Polda Bali, Selasa (17/12).
Tindakan korupsi tersebut dilakukan tersangka selama menjabat sebagai Ketua LPD kurun waktu tahun 2009 hingga 2022 di LPD Desa Adat Ngis. Ditreskrimsus Polda Bali melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi LPD Desa Adat Ngis ini berdasarkan laporan warga atau nasabah pada tanggal 20 April 2022.
Untuk menyelidiki kasus ini, pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan 55 orang saksi, mulai dari dari pengurus, karyawan, pengawas LPD Desa Adat Ngis, hingga Prajuru Desa Adat Ngis, pihak bank, dan masyarakat nasabah LPD Desa Adat Ngis.
Dugaan korupsi ini terbongkar setelah para nasabah yang tidak bisa mengambil uangnya melapor ke pihak kepolisian. Berdasarkan hasil penyelidikan, tersangka tidak hanya menggunakan satu nama nasabah saja, tetapi membuat ratusan kredit fiktif. Dan rata-rata nilai kredit fiktif yang diajukan mulai dari Rp60 juta sampai Rp500 juta.
"Atas penyimpangan-penyimpangan tersangka, menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekenomian negara LPD Desa Adat Ngis Buleleng sejumlah Rp10.441.786.410," imbuhnya.
Awalnya tersangka membentuk pinjaman fiktif di LPD Desa Adat Ngis dengan menggunakan namanya sendiri, nama keluarga dan nama orang lain sejak tahun 2009 hingga 2022. Pinjaman tersebut digunakan tersangka untuk membayar angsuran pokok pinjaman, bunga atas pinjaman, pelunasan atas pinjaman sebelumnya yang dilakukan oleh tersangka dan juga dipergunakan untuk kepentingan pribadinya.
Kemudian, tersangka melakukan penarikan dan menggunakan dana simpanan berjangka atau deposito nasabah LPD Desa Adat Ngis, sejak tahun 2013 hingga 2022, dimana dana deposito nasabah dipergunakan untuk membayar bunga atas deposito yang digunakan tersebut, membayar bunga atas pinjaman, membayar angsuran pokok pinjaman, pelunasan pinjaman dan sebagian lagi digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Dari hasil audit Kantor Akuntan Publik , diketahui jumlah total pinjaman fiktif yang dilakukan tersangka sebesar Rp 20.942.585.300. Kemudian, Rp17.476.932.890 disalurkan untuk berbagai hal di LPD, mulai dari angsuran dan pelunasan pinjaman Rp7.125.424.300; pembayaran bunga pinjaman Rp 9.854.703.590; tabungan wajib kredit Rp120.620.000.
Selain itu, beban administrasi pinjaman Rp373.875.000; beban materai Rp2.286.000; beban pendapatan materai Rp384.000. Sehingga, ada sisa dana LPD yang tersedot untuk kredit fiktif dan diselewengkan mencapai Rp3.465.652.410.
Berikutnya, dana tabungan deposito yang ditarik tanpa sepengetahuan nasabah adalah Rp7.035.000.000. Digunakan untuk membayar bunga deposito nasabah sebesar Rp2.468.866.000. Artinya, ada Rp4.566.134.000 diduga diselewengkan.
Sementara itu, dana tabungan sukarela nasabah yang ditarik olehnya mencapai Rp2.810.000.000, dan digunakan untuk membayar bunga tabungan nasabah Rp400 juta. Alhasil, sisa Rp 2.410.000.000 diduga diselewengkan oleh tersangka. Maka dari itu, total kerugian negara yang disebabkan atas penyimpangan-penyimpangan tersebut mencapai Rp10.441.786.410.
Adapun barang bukti yang telah disita, berupa dokumen SK Pendirian LPD Ngis, SK Pengurus LPD Ngis, 77 lembar surat simpanan berjangka nasabah LPD Desa Pakraman Ngis, laporan tahunan LPD Ngis, dan gabungan neraca percobaan beserta bukti transaksi LPD Ngis dari 2009 sampai 2022.
Selain itu, hasil dugaan korupsinya juga dia gunakan untuk kepentingan pribadinya, seperti membuka sejumlah usaha bisnis cuci mobil, peternakan babi dan ayam, serta usaha aksesoris, tetapi usaha yang dia buat gagal.
Kemudian, juga digunakan untuk membiayai anak kuliah, pengobatan anak yang sakit auto-imun, pengobatan dirinya yang mengalami kecelakaan, dan untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk berbagai jenis judi seperti judi sabung, ayam, togel, dan judi online.
"Jadi awalnya dia (tersangka) ngambil kredit dulu tidak bisa bayar. Kemudian ngambil lagi kredit yang lainnya untuk menutupi yang pertama dengan membayar bunganya, kemudian tidak bisa juga (bayar) terus begitu. Akhirnya secara terus-menerus perbuatannya dilakukan dan juga untuk kepentingan pribadinya untuk kegiatan judi," ujarnya.
Tersangka I Nyoman Berata dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan terancam hukuman 20 tahun atau maksimal seumur hidup penjara dan denda Rp1 miliar. (awt/far)
Load more