"Bisnisnya sekarang berubah, dari menebang (pohon mangrove) ke menanam dengan pola perdagangan angka karbon. Jadi semakin banyak pohon yang kita tanam, secara ekonomi akan mendapatkan uang dari penjualan karbon tersebut. Tapi saat bersamaan alam kita lestari dan untuk wisata juga," lanjutnya.
Pihaknya juga mengaku, tidak perlu khawatir bahwa melibatkan masyarakat akan membuat ekosistem mangrove rusak, justru masyarakat yang terlibat dari awal adalah masyarakat yang menjaga mangrove.
"Mereka akan tahu dengan menjaga mangrove dengan baik, jasa lingkungan atau ekowisata mereka akan baik. Kalau rusak ya orang tidak akan datang. Jadi ketemu logikanya, antara ekowisata dan menjaga lingkungan akan ada titik temu dimana saling menjaga," ujarnya.
Sementara, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan, Dyah Murtiningsih mengatakan, untuk target penanaman 1500 hektar pohon mangrove akan dilakukan di empat provinsi di Indonesia pada tahun 2025 ini.
"Fokus kita ada di empat provinsi yaitu di Kalimantan Utara yang punya mangrove besar, di Riau, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau. Jadi di lokasi itu memang mangrovenya yang paling besar di Indonesia. Dari mangrove existing yang jarang dan sedang kelebatannya, itu fokus kita," ujarnya. (awt/far)
Load more