Jakarta, tvOne
Sukardin yang sekaligus Pemerhati Pendidikan ini mengatakan, pihaknya mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam hal ini khususnya pemerintah provinsi Banten untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap penerapan PPDB zonasi tersebut. Karena selama ini para orangtua murid dibuat cemas dengan penerapan sistem tersebut.
"Menurut saya sistem penerapan zonasi saat ini telah merampas hak anak untuk bisa belajar di sekolah Negeri," tutur dia.
Menurutnya, pemerintah saat ini tampaknya belum siap dalam menerapkan sistem zonasi sekolah pada penerimaan peserta didik baru. Yang mana dari jumlah mendaftar di sekolah dengan penerimaan jumlah yang ada tidak sesuai ketersediaan gedung sekolah serta kuota.
Akibatnya, lanjut dia, para peserta didik pun yang bertempat tinggal jauh dari sekolah Negeri harus menerima kekecewaan.
"Jumlah peserta didik baru tak sebanding dengan jumlah ruang belajar. Salah satu contohnya di wilayah Kabupaten Tangerang. Di daerah ini gedung sekolah SMA Negeri jumlahnya sangat minim, bayangkan satu kecamatan hanya satu SMA Negeri, sedangkan jumlah siswa yang mendaftar membludak," ujarnya.
Ia menambahkan, dengan minimnya sarana dan prasarana pendidikan serta tingginya animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anak- anaknya di sekolah Negeri, maka dapat dipastikan akan membuka peluang para oknum untuk dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
"Saya mendapatkan informasi di lapangan bahwa ada indikasi praktek jual- beli kursi, dan harganya pun cukup fantastis bisa mencapai Rp10-15 juta per kursi untuk tingkat SMA Negeri. Ini harus disikapi serius oleh pemerintah, jangan sampai psikologis anak rusak gara-gara sistem zonasi ini," kata dia. (umm/ant)
Load more