Politik dan kebijakan semacam ini seharusnya tidak boleh dijalankan, tegas Gufron, mengingat setiap orang dan kelompok di masyarakat memiliki kedudukan setara dan hak-hak yang sama yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara.
Dikatakannya, jika praktik ini terus menerus dilakukan, hal tersebut justru akan menyuburkan praktik diskriminatif dan intoleran yang mengikis keberagaman di masyarakat.
Adapun tiga tuntutan Imparsial kepada Wali Kota Cilegon:
1. Mendesak Kepala Daerah untuk menghentikan politik kebijakan pengistimewaan terhadap suatu kelompok dan mendiskriminasi hak-hak kelompok minoritas.
2. Mendesak Kepala daerah untuk tidak memihak, serta menjalankan tugas dan fungsinya dalam memfasilitasi setiap orang dan kelompok supaya dapat menjalankan hak beragamanya sebagaimana dijamin dalam Konstitusi negara.
3. Mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 yang sering digunakan untuk mendiskriminasi hak-hak kelompok minoritas di Indonesia.
Sebagai informasi, pada 7 September 2022 terdapat aksi penolakan pembangunan gereja, massa aksi membawa kain kafan sebagai bentuk penolakan dan memberikan ancaman kepada Wali Kota Cilegon agar diturunkan dari jabatannya jika memberikan izin pembangunan gereja tersebut.
Load more