Adapun penolakan pembangunan gereja tersebut didasari pada kesejarahan Perjanjian Bupati Serang Ronggo Waluyo dengan PT Krakatau Steel pada tahun 1975 yang berisi tentang perizinan berdirinya PT Krakatau Steel yang diikuti dengan tidak diperbolehkannya pendirian gereja di kawasan tersebut.
Namun, menurut Gufron, adanya Perjanjian Bupati tahun 1975 sebagai dasar penolakan, justru bertentangan dengan Konstitusi dan sudah tidak relevan.
"Hingga saat ini, di Kota Cilegon tercatat tidak ada rumah ibadah yang berdiri, selain rumah ibadah untuk pemeluk agama Islam," katanya
"Apalagi jika syarat administrasi yang diatur dalam SKB 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah sudah dipenuhi oleh pemohon, maka Slsejatinya Pemerintah Kota wajib memfasilitasi pendirian tersebut," sambungnya.
Oleh sebab itu, Gufron menilai, tindakan Wali Kota Cilegon yang menjadi aktor aktif atas pelanggaran itu menunjukkan sikap diskriminatif dan penakut untuk mengambil keputusan yang benar.
"Pemerintah Kota Cilegon terlalu permisif terhadap perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh kelompok intoleran dengan massa yang banyak, sehingga lebih mengakomodir kehendak kelompok keagamaan yang mayoritas dan mengabaikan konstitusi negara dan prinsip serta standar normatif hak asai manusia," jelas Gufron.
"Keputusan yang diambil oleh pemerintah Kota Cilegon tampaknya lebih didasarkan pada kehendak politik untuk melanggengkan kekuasaan," ucapnya. (rpi/ebs)
Load more