Tangerang Selatan, Banten - Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan (RSU Kota Tangsel) mengganti penggunaan obat sirop pasca banyak ditemukan kasus penyakit gagal ginjal akut pada anak.
Menurutnya khusus pada pasien anak pihaknya menggunakan obat berupa puyer atau serbuk sebagai pengganti obat sirop yang diduga menjadi pemicu penyakit gagal ginjal akut.
"Diganti itu dengan obat-obatan jenis lain karena yang dicurigai itu kan pelarutnya, jadi saat ini dokter dari spesialis anak memutuskan untuk memakai puyer semua," kata Lasdo di RSU Tangsel, Banten, Sabtu (22/10/2022).
Lasdo menuturkan bagi pasien dewasa, pihaknya telah merumuskan pergantian obat sirop sejak banyak ditemukan kasus penyakit gagal ginjal akut pada anak yang dicurigai akibat konsumsi obat sirop.
Menurutnya khusus pasien dewasa para dokter bakal mengganti dengan berbagai macam obat yang memiliki kandungan senyawa dan manfaat yang sama dengan obat sirop yang ada.
"Bukan ditarik bahasanya jadi edarannya adalah tidak meresepkan sampai keluar pemberitahuan obat mana yang aman, obat mana yang tidak. Jadi sampai saat ini tidak diresepkan," ungkapnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan telah merilis data 91 obat sirop yang diduga menjadi pemicu penyakit gagal ginjal akut pada anak.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan data tersebut dikeluarkan pihaknya usai melakukan sejumlah penelitian.
Pasalnya, tercatat 75 persen penyebab gagal ginjal akut karena adanya kandungan senyawa kimia polietelin glikol.
Kata ia, polietelin glikol berbahaya dikarenakan dapag menimbulkan senyawa seperti etilen glikol (EG) dan Dietlien Glikol (DEG).
"Kita 75 persen sudah tahu kira-kira yang sebabkan itu (EG dan DEG) kita larang untuk diresepkan, dan kita larang untuk dijual di apotek-apotek," katanya.
Tercemar Saat Kontrol Kualitas Bahan Baku
Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia Keri Lestari menduga pencemaran kandungan zat terlarang pada obat sirop terjadi pada saat mengontrol kualitas (quality control) bahan baku obat di pabrik obat.
Keri menjelaskan etilen glikol(EG) dan dietilen glikol (DEG) merupakan zat pelarut yang biasanya ada di propylene glycol dan glycerin dengan ambang batas penggunaan 0,1 persen dan di polyethylene glycol dengan ambang batas tidak boleh melebihi 0,20 persen.
Ketika pabrik obat mengajukan izin edar ke BPOM, ucapnya, maka BPOM akan melakukan pemeriksaan mulai dari tahap awal sarana produksi yang kemudian disertifikasi oleh BPOKM, memastikan quality insurance dan bahan baku pembuatan obat tidak tercampur EG dan DEG, hingga ke produk akhir produk.
Kendati demikian, Keri belum bisa menyimpulkan apakah terjadi kecurangan pada penyediaan bahan baku obat sirop karena BPOM masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Namun, ia memastikan bahwa kemungkinan terjadinya kerusakan pada obat akibat proses penyimpanan yang tidak tepat sangat kecil terjadi karena obat hanya bisa rusak jika disimpan pada yang suhu yang sangat tinggi sekali atau rendah sekali.
“Itu yang sedang dievaluasi, apakah ada kelemahan QC di tempat sarana produksi atau ada hal-hal lain dari prosesnya. Ini di pabrik masing-masing saat ini sedang dilakukan pemeriksaan mandiri dan di-review oleh BPOM,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengimbau masyarakat untuk mengutamakan membeli obat di fasilitas kesehatan yang disertai. dengan resep dokter dan tidak sembarangan membeli obat di warung. Selain itu, ia juga menyarankan penerapan terapi non farmakologi untuk mengobati demam.
“Ada 2 terapi di farmasi, farmakologi menggunakan obat dan non farmakologi melalui nutrisi dan cara lain seperti obat,” ucapnya.(ant/jeg/raa/muu)
Load more