"Ini sudah audensi dengan DPRD dimana Peraturan Daerah (Perda) itu akan menjadi inisiatif Perda atas prakarsa serta inisiatif tokoh dan ulama di Garut. Segera dibuatkan naskah akademiknya. Kita akan mengajukan perubahan Prioritas Legislasi Daerah (Prolegda) untuk tahun 2023. Karena Perda anti maksiat belum ada Perbup-nya, maka akan dibuat Perbub anti maksiat memasukkan Pasal LGBT di dalamnya karena maksiat itu bukan hanya minuman keras, tapi kami memasukkan Pasal LGBT," kata Rudy, Senin (13/2/2023).
Rudy menambahkan proses Perda memerlukan waktu cukup lama. Langkah penerbitan Perbup baru bisa merespons cepat atas keresahan masyarakat terkait LGBT.
Apalagi hasil investigasi para tokoh ulama yang menemukan 3.000 komunitas LGBT di Garut sudah dianggap pelik oleh seluruh pihak.
"Investigasi ini harus melakukan tindakan preventif. Ini persoalannya pelik seperti perempuan dengan perempuan atau satu jenis dalam satu kondisi. Jadi kalau dua jenis kan bisa digerebek. Kalau satu jenis kan susah," jelasnya.
Koordinator Aliansi Umat Islam (AUI) Garut Ceng Aam, selaku wadah yang mengusung aturan anti LGBT di Garut, mengungkapkan langkah percepatan penerbitan Perbup anti LGBT merupakan langkah serius membatasi gerakan-gerakan LGBT.
Upaya terbitnya aturan lokal Garut ini merupakan usaha untuk membatasi LGBT yang sudah sangat memprihatinkan.
"Alhamdulilah para ulama menyambut baik aturan ini. Dalam 2 minggu ini bupati akan menerbitkan SK Satgas anti LGBT dan Perbup-nya. Ini kan lebih dekat dan lebih cepat. Jadi sambil menunggu Perda anti LGBT, Perbup anti maksiat yang ada pasal larangan LGBT bisa menjadi aturan tegas di masyarakat," tutup Ceng Aam. (thh/nsi)
Load more