Garut, tvOnenews.com - Polisi resmi menetapkan tersangka terhadap AS yang diduga telah melakukan sodomi terhadap 17 anak di Garut, Jawa Barat, dengan berpura-pura sebagai guru ngaji. Polisi menegaskan bahwa korban dari kebejatan pelaku adalah berjumlah 17 anak dan bukan 22 anak.
AS, warga Desa Sirnasari Kecamatan Samarang Garut, melakukan aksi bejatnya terhadap seluruh murid laki-laki yang masih berusia 9 tahun.
"Tindak pidana kekerasan perbuatan cabul yang dilakukan sebagai oknum guru home schooling yang ia ajar, jumlah korban adalah 17 orang, semua laki-laki usia 9-12 tahun, atau masih duduk di bangku SD dan SMP," kata AKP Deni Nurcahyadi, Kasat Reskrim Polres Garut, Kamis (1/5/2023), di Mapolres Garut.
Modus yang dilakukan pelaku terhadap korban yaitu bujuk rayu dan ancaman. Korban didoktrin agar tak mengadu kepada orang tua mereka.
"Modusnya adalah si tersangka mengajarkan di rumah, kemudian ketika mengajar dia membujuk rayu kepada anak-anak, kemudian ia mengancam, apabila melaporkan akan diancam (ulah bebeja kasasaha, lamun bebeja di arah), jangan bilang ke siapa-siapa, atau akan dikejar," tambahnya.
Polisi juga mengungkap, pelaku mengalami kelainan seks, hal itu berdasarkan pengakuan tersangka saat dilakukan proses berita acara pemeriksaan (BAP). Di mana pelaku merupakan korban serupa, pada masa kecil.
"Ada kelainan seks karena histori pelaku mengalami saat kecilnya dengan perlakuan yang sama," jelasnya.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak serta ditambah sepertiga masa hukuman, karena jumlah korban banyak.
"Pasal 76 e junto pasal 82, tentang perlindungan anak, ancaman 15 tahun penjara ditambah sepertiga," tutupnya.
Pelaku kini mendekam di balik jeruji besi Polres Garut, sementara para korban masih dilakukan rehabilitasi.
Pelaku Menghalalkan Perbuatan Kaum Sodom
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut, Jawa Barat, meminta polisi terbuka atas kasus predator anak yang berpura-pura sebagai guru ngaji terhadap 17 anak di bawah umur. MUI menyatakan, bahwa saat ini terdapat ustad abal-abal dan tak memiliki sanad keilmuan yang jelas, sehingga orang tua yang tak selektif menitipkan anaknya untuk belajar, bisa menjadi korban predator anak.
"Orang tua harus selektif menitipkan anaknya untuk belajar ilmu agama, lihat dulu guru atau ustad nya, sanad keilmuannya dari mana, harus tahu dulu," kata KH Sirodjul Munir, Ketua MUI Garut, Rabu (31/5/2023).
Kasus sodomi yang dilakukan tokoh agama tentu mencoreng wilayah, hingga berdampak pada nama baik ketokohan yang lain. Ia menambahkan, polisi harus bersikap terbuka, dan tak pandang buluh untuk memproses pelaku.
"Agar APH (Aparat Penegak Hukum) terbuka, memproses pelaku, lanjutkan saja, jangan ada kata perdamaian, kami memohon kepada APH harus terus berjalan, jangan diselesaikan cuma begitu, ini harus dijadikan pembelajaran," tegasnya.
Ditambahkan, perlu adanya pengawasan dari masyarakat, terutama para orang tua yang menitipkan anaknya untuk belajar. Hal itu agar kasus model seperti ini tak selalu terulang, apalagi motif AS, seolah menghalalkan perbuatan sodom.
"Ini merupakan aib yang maha dahsyat, sudah jelas zaman Nabi Luth kaum Sodom ditimpa bencana, bumi dibalik, seolah gempa yang maha dahsyat sehingga pelaku sodomi itu mati semua, apakah itu yang harus dilakukan oleh Allah hari ini, kan tentu tidak, naudubilah. Ini katanya ustad, ustad yang kaya gimana? Sekarang banyak ustad yang palsu," terangnya.
Di lain pihak, Soni Sonjaya, kuasa hukum tersangka menyatakan bahwa kliennya telah menjawab seluruh pertanyaan penyidik dengan jujur dan gamblang pada saat pemeriksaan.
"Ya, menjawab seluruh pertanyaan, yang sudah jelas disodomi 16 anak, kalo yang lainnya dicabul. Jadi yang lebih ngeri itu dilakukan perbuatanya di hadapan anak-anak lainya, jadi berdalih klien saya menghalalkan sejarah kaum Nabi Luth. Jadi terbalik, bukan malah mengharamkan perbuatan sodom, tapi menghalalkan," tambah Soni.
Soni menambahkan, seluruh korban yang berjumlah 17 tersebut merupakan bocah laki-laki yang ada di dua desa, yaitu Desa Sirna Sari dan Desa Sukalaksana, Kecamatan Samarang, Garut. Sedangkan pelaku sudah lama melakukan perbuatan bejatnya tersebut di tempat yang berbeda.
"Saat ditanya penyidik mengakui seluruh perbuatanya dalam kurun waktu 1 tahun, jadi sebelumnya melakukan perbuatan sama di wilayah Cisurupan, nah korbannya entah 6 entah 7 korban, karena pelaku ini dari keluarga terhormat dan terpandang, kemudian dipindahkan ke wilayah Samarang, jadi diselesaikan secara musyawarah," lebih rinci Soni.
Kasus kejahatan seksual ini terungkap pada Selasa (30/5/23). Kantor Desa Sirna Sari Kecamatan Samarang Garut, Jawa Barat, mendadak ramai didatangi warga. Hal itu dipicu adanya aduan orang tua anak bahwa AS telah melakukan sodomi terhadap 17 bocah TK dan SD di kampungnya. Selanjutnya aparat desa setempat mendata sedikitnya ada 17 orang tua korban melaporkan, bahwa anak mereka menjadi korban sodomi yang dilakukan oleh AS.
"Ada 17 anak, jadi yang 14 korban di desa kami, sementara yang 3 korban lainya masuk Desa Sukalaksana. Kebetulan jalannya sama tapi desanya bersebrangan," kata Dadan Herman, Kepala Desa Sirna Sari, Selasa (30/5/2023).
Dadan menjelaskan, bahwa pengaduan pertama orang tua korban dilakukan pada hari Senin (22/5/2023) lalu, hingga akhirnya kasus sodomi yang dilakukan AS terbongkar. Laporan dilakukan setelah salah seorang korban sakit kemudian dibawa ke dokter, namun sesampainya di dokter anak tersebut mengamuk dan mengaku telah menjadi korban predator anak.
"Seluruh korban laki-laki, jadi awalnya ada orang tua korban berinisial Y, mengadu kepada saya, katanya gimana anak saya jadi korban sodomi, pelakunya yang orang dekat kampung. Nah si anak dari Y ini dibawa ke dokter karena sakit, di dokter saat pengobatan, anak tersebut bercerita seluruhnya, lengkap dengan korban lain. Untuk laporan awal waktu itu tanggal 22 Mei kemarin," tambahnya.
Kini pihak-pihak terkait tengah melakukan rehabilitasi kepada seluruh korban.(thh/rfi)
Load more