Tasikmalaya, tvOnenews.com - Puluhan jurnalis dari berbagai media yang bertugas di wilayah Priangan Timur meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar hingga Kabupaten Pangandaran, mengikuti kegiatan workshop pedoman peliputan terorisme yang digelar oleh Dewan Pers dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di salah satu hotel di Kota Tasikmalaya, Senin (13/06/2023).
Workshop bertema "Peran Pers Dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme Untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni" itu dihadiri langsung oleh Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya, Anggota Dewas Pers sekaligus Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) tvOne Totok Suryanto, Anggota Dewas Pers Yadi Hendriana dan Kasubdit Pengamanan Lingkungan BNPT Kolonel TNI Setyo Pranowo.
Kegiatan dibuka oleh Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya. Dalam sambutannya, ia menyebut peran media menjadi salah satu pilar yang sangat penting untuk menekan ancaman terorisme agar tidak membuat kepanikan di masyarakat. Sehingga para jurnalis harus memahami pedoman-pedoman peliputan terorisme dengan baik.
"Jangan karena sebuah berita, orang terpengaruh dengan berita kita," kata Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dmarmajaya.
Menurut Agung, peliputan sebuah berita terorisme bagi media memang memerlukan kecepatan. Namun, di balik kecepatan itu, jurnalis yang bertugas di lapangan harus selalu memverifikasi dan klarifikasi keberanan sumber berita tersebut.
"Kecepatan penting, tapi harus klarifikasi betul atau tidak," ucapnya.
Sementara itu, anggota Dewan Pers, Totok Suryanto menyampaikan, saat ini Dewan Pers sudah memiliki aturan terkait peliputan terorisme. Dalam pelaksanaan liputan, media harus fokus terhadap pelaku dan jangan melebar terlalu mendalam. Apalagi, lanjut Totok, dalam persidangan kasus terorisme jangan sampai media menyebut identitas petugas seperti Hakim, Jaksa dan aparat penegak hukum lainnya.
"Dewan Pers dalam peraturannya sudah memiliki pegangan aturan dalam peliputan terorisme. Bagaimana caranya aparat kita ini tidak menjadi sasaran utama terorisme. Contoh dalam pengadilan kasus terorisme, saya yakin aparat ketakutan jika diberitakan identitas hakim, jaksa apalagi keluarganya. Fokuslah terhadap kasusnya, jangan melebar kemana - mana. Keluarga, rumah (petugas) dan lain - lain jangan dibahas di media," kata Totok Suryanto.
Selain mementingkan keselamatan petugas, kata Totok, pemberitaan kasus terorisme juga tak boleh asal - asalan memilih narasumber. Contohnya, jika dalam penggrebekan ada anak pelaku teror yang harus berikan perlindungan, media jangan wawancara anak tersebut.
"Aspek perlindungan manusiawi, anak kecil harus diberikan perlindungan. Misalnya anak tak punya kapasitas yang cukup, jangan ditanya. Hati - hati, pers jangan menjadi ampliflier (pemanas)," ucap Totok.
Sementara itu, Kasubdit Pengamanan Lingkungan BNPT Kolonel TNI Setyo Pranowo berharap dengan adanya pemaparan materi pecegahan terorisme serta radikalisme ini seluruh jurnalis bisa lebih bijak dalam melakukan peliputan atau memberitakan kejadian aksi atau berkaitan dengan terorisme.
"Saya harap semuanya bisa melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya saat melakukan peliputan aksi terorisme. Sebagai upaya mencegah dan melindungi bangsa sinergi bersama Dewan Pers. Pasalnya, dukungan bahwa wartawan atau media berperan aktif dengan tujuan dari teror yang membuat kepanikan publik bisa ditekan dengan peran media massa," kata Setyo Pranowo.
(dai/ fis)
Load more