"Sakit jiwa harus dibuktikan dengan keterangan dokter jiwa, bukan dari desa atau keluarga. Kemudian pidana berat seperti mengacungkan senjata tajam, itu kan harusnya menjadi pertimbangan, itu tidak termasuk objek RJ," tambahnya.
Syarat Restorative Justice yakni memiliki makna pengembalian, misal pemulihan korban, pemulihan nama baik pelaku, serta ada islah yang benar-benar terjadi di antara korban dan pelaku. Pandangan praktisi hukum ini selanjutnya berkesimpulan, bahwa syarat RJ yang harus dipenuhi polisi, apakah sudah sesuai atau belum.
"Syarat RJ bisa, karena sudah bisa mengembalikan dengan kesepakatan antara korban dan pelaku, mengganti kerugian, terus kerugiannya tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Kemudian korban mencabut laporan, tapi kan ada Undang-undang Darurat terkait kepemilikan senjata tajam kan harus dilihat juga," jelasnya.
Ada unsur lain yang seharusnya dipertimbangkan penyidik dalam kasus RJ preman todong perempuan di Garut ini.
"Meresahkan, berulang kali, kemudian ada sajam, itu tidak bisa RJ, tapi jika tidak meresahkan dan tidak melakukan berulang kali meski ada senjata tajam, sepertinya bisa dilakukan RJ, tapi pertimbangan petunjuknya ODGJ ya," rincinya.
Polisi memastikan bahwa preman berpistol dan bergolok itu telah dilakukan RJ, karena korban melakukan pencabutan laporan. Dari dasar tersebut polisi tak bisa memaksakan perkara ini maju ke meja hijau.
"Itu kan dari pelapor dan terlapornya melakukan RJ, LP (Laporan Polisi-red) nya model B, bukan LP model A. Semua kan bisa di RJ kan, sesuai perintah Kapolri kan gitu, sesuai ada kesepakatan (antara korban dan pelaku -red), kecuali LP model A," kata AKP Deni Nurcahyadi, Kasat Reskrim Polres Garut, Selasa (18/7/2023), kemarin saat dihubungi.
Load more