Tasikmalaya, tvOnenews.com - Sehari menjelang pemungutan suara Pemilu tanggal 14 Februari 2024 mendatang, serangan fajar sudah mulai terdeteksi di Kota Tasikmalaya. Seperti yang terjadi di Wilayah Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.
Warga di Wilayah tersebut sudah mendapatkan uang sejumlah Rp50 ribu per orang, dari tim sukses salah satu Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 meliputi Kecamatan Cihideung, Tawang dan Bungursari.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa dirinya sudah mendapatkan uang dari simpatisan Caleg DPRD. Ia mengaku, setelah menerima uang, diperintahkan untuk mencoblos salah seorang Caleg DPRD.
Warga tersebut menjelaskan, uang sejumlah Rp50 ribu itu diberikan relawan untuk mencoblos salah satu Caleg DPRD saja. Namun, jika akan mencoblos Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan DPR RI, uang itu akan ditambah Rp150 ribu. Malam ini, warga yang enggan disebutkan namanya itu sudah mendapat Rp100 ribu, untuk dua hak pilih yakni dengan suaminya.
"Tadi si bapak yang ngasihnya bilang, uang 50 ribu rupiah itu hanya untuk Caleg DPRD. Kalau mau nyoblos DPRD Jabar dan DPR RI beda lagi uangnya akan ditambah 150 ribu. Saya totalnya dapat 100 ribu, karena kan berdua dengan suami saya," jelasnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi, Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya, Zaky Pratama, mengaku hingga saat ini sejak masa tenang belum ada temuan politik uang atau money politik. Menurutnya, pihaknya masih melakukan patroli politik uang ke sejumlah tempat.
Menenggapi fenomena tersebut, pengamat politik asal Tasikmalaya, Asep M Tamam angkat bicara. Menurutnya, masyarakat seharusnya menolak uangnya dan jangan pilih calonnya. Maka dari itu, lanjut Asep, persoalan money politik jangan hanya menyalahkan calonnya saja, tetapi harus menyalahkan pasar dalam hal ini masyarakat yang menerima.
Dengan adanya praktik tersebut, kata Asep, hari ini banyak politisi yang awalnya enggan memakai jurus money politik pun menjadi bimbang. Pasalnya, di saat akan ada calon legislatif yang akan memakai jurus politik ideal tanpa membagikan uang, tetapi masyarakat yang mengehndaki dan politik uang itu sudah menjadi budaya, akhirnya menjadi dilema.
"Sebetulnya banyak politisi yang tidak mau memakai jurus money politik, tapi pasar yang menhendaki. Artinya, masyarakat yang meminta dan sudah menjadi budaya. Jadi punya pemahaman, kalau tidak tidak memberikan sesuatu ya kami tidak akan memilih," ujarnya.
"Meskipun sekarang ada calon legislatif yang berniat politik ideal atau tak akan menebar uang untuk money politik, jadi hari ini memang politik ideal dikalahkan oleh politik pasar. Jadi, yang tadinya mau main politik ideal juga pasti dilema," sambungnya.
Asep menambahkan, seharunya masyarakat berpikir bahwa dengan adanya politik uang akan berujung pada praktik korupsi para calon legislatif yang nantinya menang pada pemilu. Diprediksi, nantinya calon legislatif yang sukses pads pemilu dan sempat melakukan praktik uang itu akan melakukan dua jenis korupsi, yakni korupsi legal dan korupsi ilegal.
"Sebetulnya masyarakat hari ini tidak berpikir bahwa apa yang terjadi hari ini, mengantarkan para sosok calon untuk melakukan korupsi yang legal dan ilegal. Ilegal dalam hal ini yang berujung pada pelanggaran hukum, nah yang legal pada akhirnya mereka setelah terpilih itu berpikir bagaimana mengembalikan modal itu dengan yang memperkaya diri dengan proyek misalnya," pungkas Asep.
(dai/ fis)
Load more