Ciamis, Jawa Barat - P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Ciamis, kini mulai melakukan pendampingan terhadap siswa korban tindakan kekerasan yang terjadi dalam kegiatan pramuka SMA Negeri 21 Ciamis. Tim P2TP2A Ciamis mendatangi sekolah untuk berkoordinasi dengan kepala sekolah terkait proses pendampingan.
"Semua ini kan melibatkan anak, baik itu korban, saksi korban, maupun yang diduga pelaku oleh sebab itu saat ini kami terus menghimpun informasi dan fakta yang sebenarnya terjadi," ucap sekretaris P2TP2A Kabupaten Ciamis, Vera Filinda kepada tvonenews.com, Jumat (14/1/2022).
Vera melanjutkan, proses pendampingan dilakukan dalam tiga hal yakni pendampingan psikologis, psikososial dan pendampingan hukum. Vera mengatakan penanganan kasus ini berbeda mengingat menyangkut undang-undang perlindungan anak dan sistem peradilan pidana anak.
"Pendampingan dilakukan tidak hanya kepada korban, namun kami juga melakukan pendampingan terhadap yang diduga pelaku, maka kami akan memilah mana yang menjadi korban, saksi korban dan anak yang diduga pelaku," tambah Vera.
Terkait jumlah yang menjadi korban kekerasan, Vera menyatakan masih menghimpun data dan informasi dari seluruh pihak. Proses pendampingan tidak hanya dilakukan di sekolah, namun P2TP2A juga akan mengunjungi kediaman korban dan yang diduga menjadi pelaku.
Sementara itu Unit PPA (Perlindungan Anak dan Perempuan) Satreskrim Polres Ciamis masih terus melakukan penyelidikan terhadap tindak kekerasan yang terjadi saat kegiatan pramuka SMA Negeri 1 Ciamis. Sejak beberapa hari lalu, sejumlah saksi termasuk korban sudah dimintai keterangan. Rencananya petugas juga akan memanggil pihak sekolah.
"Setelah kami menerima laporan pihak keluarga korban, kami sudah memeriksa dua orang saksi dan dua orang korban," jelas Kasi Humas Polres Ciamis, Iptu Magdalena.
Menurut keterangan salah satu orang tua korban, peristiwa kekerasan dalam kegiatan pramuka itu terjadi di luar lingkungan sekolah. sebanyak 75 siswa pramuka dibagi kedalam 4 kelompok atau sangga dan mengikuti 3 sesi kegiatan. Salah satu sesi terdapat kegiatan yang dinamakan 'lingkaran setan' dimana siswa harus saling menampar satu sama lain diduga senior atau kakak kelas juga ikut dalam aksi tersebut.
"Anak saya masuk ke dalam kelompok atau sangga pasukan tongkat dan mengikuti sesi lingkaran setan hingga anak saya mengalami luka lebam di wajah hingga bibir pecah," Tutur Aa Mamay, orang tua salah satu korban.
(Aditya Tri Wahyudi/ fis)
Load more