Indramayu, Jawa Barat - Salah satu Tradisi rutin yang dilakukan setiap tahun sebagai salahsatu warisan leluhur yang hingga kini terus dilestarikan khusunya masyarakat desa yang mayoritas warganya sebagai petani, yaitu Mapag Tamba.
Seperti yang dilakukan masyarakat desa Cempeh kecamatan Lelea kabupaten Indramayu Jawa barat, bersama sejumlah perangkat desa mengelilingi desa mereka dengan membawa batang bambu yang berisi air tambah atau air obat yang berasal dari 9 mata air.
"Mapag Tamba adalah salahsatu bagian dari rangkaian budaya agrari pada kalender tani di desa-desa khususnya Indramayu, dimulai dari sedekah bumi, Mapag Tamba dan ditutup dengan Mapag Sri yang sudah ada sejak jaman dulu" jelas Kuwu/Kepala Desa Cempeh Carkana, kepada tvonenews.com, Sabtu (12/2/2022)
Menurut Kuwu Carkana, Tradisi Mapag Tamba merupakan ritual yang dilakukan setelah tanaman padi berumur 40 hari setelah masa tanam. Dan Mapag Tamba juga bisa disebut tolak bala.
Kuwu Carkana menceritakan, pada prosesi Mapag Tamba yang dilakukan, setiap perangkat desa membawa bilah bambu yang diisi air dari 9 mata air. pada umumnya masyarakat menyebutnya dengan air suci, yang sebelumnya diambil dari sumur tua termasuk air laut.
Lanjut Carkana, sejumlah perangkat desa yang bertugas membawa air Tamba/air suci dibagi beberapa kelompok dan disebar ke berbagai penjuru desa. Masing-masing kelompok akan berjalan dengan menempuh jarak yang sebelumnya telah ditentukan secara bersama-sama, sampai seluruh desa khususnya areal pesawahan terkelulingi semua.
"Air dalam bilah/ batang bambu dibawa pamong desa atau disebut wadiyabala nibakena Tamba dan selama prosesi berlangsung tidak diperkenankan berbicara dan tidak boleh menengok kebelakang" jelas Carkana.
Carkana menambahkan, tujuan Mapag Tamba ini sebenarnya menyangkut hajat hidup orang banyak. Yaitu sebagai ucap syukur, sekaligus memohon doa keselamatan bagi warga termasuk untuk tanaman padi para petani jauh dari hama dan bencana supaya pertaniannya berhasil.
"Mari kita jaga dan lestarikan adat serta budaya yang sudah ada turun temurun, agar anak cucu kita bisa merasakan adat,budaya dan kearifan lokal yang ada" imbuhnya. (Opih Riharjo/ito)
Load more