Indramayu, Jawa Barat - Ratusan perahu milik nelayan pantura di Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, sudah hampir satu bulan lebih ini hanya bisa bersandar di pinggir dermaga. Hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan pasokan BBM jenis solar.
Selama kelangkaan pasokan solar ini, para nelayan hanya mampu mendapatkan pasokan solar sebanyak 40 liter, sementara para nelayan pantura yang biasa melaut di perairan Laut Jawa, membutuhkan 70 liter sekali berlayar di tengah laut.
Sementara itu Nelasan Limbangan, Mustofa (49) menjelaskan, dengan pembelian yang dibatasi oleh pihak SPBU hanya 40 liter, ribuan nelayan kecil di pantura terpaksa berhenti melaut. Bahkan ada juga nelayan yang nekat pergi melaut, tetapi hanya bisa berlayar di tepian mengingat pasokan bbm jenis solar langka.
"Gimana mau melaut, solar ajah kurang, kemarin saya antre cuman dapet 40 liter, kalau berlayar biasanya harus bawa 70 liter, masih kurang 30 liter lagi, ya paling kalau dipaksakan melaut hanya di tepian pantai saja cari ikian kecil, untuk nutup kebutuhan sehari-hari ajah," ujar Mustofa kepada tvOneNews.com Jumat (25/3/2022).
Antrean panjang mengular di SPBU Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Dengan menggunakan jeriken, warga yang merupakan nelayan mengantre demi mendapat solar agar dapat melaut. Jeriken itu bahkan mengular hingga ke Jalan Raya Indramayu-Cirebon.
"Sudah lama kurang lebih hampir sebulan kalau antre sepanjang ini," ujar salah seorang nelayan, Rosidi (42).
Rosidi bahkan mengaku sudah mengantre sejak Kamis (24/3/2022) kemarin. Namun, hingga Jumat siang ini, ia belum juga mendapat BBM solar karena sudah ada nelayan yang datang lebih pagi darinya.
"Saya antre dari Kamis kemarin, tapi lihat baru sampai situ, masih lama," ujar Rosidi
Kelangkaan solar ini sudah terjadi satu bulan terakhir, bahkan dengan adanya kelangkaan ini dikeluhkan para nelayan, mengingat pengolahan minyak berada di Balongan Indramayu. Namun kini justru mengalami kelangkaan. Para nelayan ini kembali melaut jika pasokan solar kembali normal. (Opih Riharjo/act)
Load more