Bogor, Jawa Barat – Data Yayasan Badak Indonesia (YABI) menyebutkan badak jawa tinggal 76 ekor dan badak sumatera tinggal 80 ekor di dunia.
Pakar Badak Amerika Serikat Terri L. Roth menjelaskan penyebab kelangkaannya adalah hewan ini agresif, lebih suka menyendiri dan masa berkembang biaknya 16 bulan. Lalu, badak baru bisa berkembang biak lagi 4 tahun kemudian.
Badak betina hanya punya masa 1 hari saja dalam waktu 22 hari untuk siap dibuahi badak jantan.
"Badak sumatera sangat sulit dikembangbiakan. Tidak bisa dikawinkan seperti rusa atau sapi. Kapan pun bisa dikawinkan. Mereka itu sangat agresif dan harus ada waktu-waktu tertentu untuk dikawinkan," kata Terri saat Rapat Kerja Yayasan Badak Indonesia di Royal Safari Garden, Rabu (20/7/2022).
Saat ini, YABI sudah memiliki metode pengembangbiakan dan memproduksi 3 ekor badak. Kemajuan yang dilakukan itu melalui banyak pendekatan dari pengalaman, saintifik dan ilmu.
"Bisa menghasilkan anak badak terakhir bulan Maret. Satu ekor badak hanya memproduksi satu ekor anak saja dalam 16 bulan hamil. 4 Tahun selanjutnya baru bisa hamil lagi,” ujarnya.
Direktur Yayasan Badak Indonesia Jansen Manangsang menyampaikan YABI memiliki visi dan misi untuk mempertahankan keberlangsungan populasi dan lingkungan badak di Indonesia.
YABI akan mengikuti arahan bersama KLKH. Dalam pengembangbiakan ini, YABI akan berupaya melalui teknologi Assisted Reproductive Technology (ART) atau kawin tabung.
YABI belum menargetkan jumlah populasi badak dalam pengembangbiakan, namun lebih meningkatkan keberhasilan dengan membenahi saintifik.
“Perlu dukungan masyarakat karena masyarakat masih mengganggu hutan ilegal logging sehingga harus komprehensif penangannya untuk memajukan program pelestarian badak,” paparnya.
Eksekutif Direktur International Rhino Foundation (IRF) Nina Fascione menyampaikan IRF mendukung penyelamatan badak dan siap bekerja sama dengan pemerintah Indonesia.
IRF akan mendanai kebutuhan terkait pemerintah Indonesia dan YABI dalam pelestarian badak.
"Tugas IRF mendukung strategi pemerintah seperti membuat badak berkembang biak dan dikembalikan lagi ke habitatnya. IRF tidak memiliki strategi sendiri melainkan mendukung apa yang dilakukan pemerintah Indonesia dan YABI," ungkapnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), YABI dan IRF akan mengembangkan pusat konservasi badak sumatera. KLHK terus berupaya melestarikan badak melalui insitu dan eksitu.
Insitu adalah usaha pelestarian alam yang dilakukan dalam habitat aslinya, sedangkan eksitu adalah usaha pelestarian alam yang dilakukan di luar habitat aslinya.
Pusat konservasi dikembangkan di Taman Nasional Way Kambas Lampung dan Ujung Kulon Banten. Lalu ada tiga lokasi yang menjadi lokasi observasi konservasi badak.
Tiga lokasi observasi itu diantaranya Aceh di mana akan meningkatkan pengembangbiakan dengan Intensive protection Zone (IPZ) di Taman Nasional Gunung Leuser dan membangun SRS (Suaka Rhino Sumatera) eksitu yang serupa dengan di Way Kambas Lampung.
Lokasi selanjutnya di selatan Way Kambas. SRS akan dikelola oleh YABI.
Di lokasi ini akan terus meningkatkan pengembangbiakan anak badak yang kemudian mengarah kepada pembinaan populasi insitu di Taman Bukit Barisan Way Kambas.
Lokasi terakhir di Kalimantan. Badak sumatera ada di Kalimantan di SRS Hutan Lindung Kelian.
Di lokasi ini ditemukan beberapa individu badak di habitat alam yang akan diselamatkan dan akan dikembalikan lagi ke habitat alamnya. (usn/nsi)
Load more