Bangunan TPST seluas 500 meter persegi ini pun digunakan untuk menampung hingga memilah sampah. Dengan mengoperasikan mesin pemilah sampah, pengelola TPST yang merupakan warga Desa Dieng Kulon ini kemudian memilah sampah organik dan nonorganik.
“Awal tahun ini, ada bantuan dari Bank Indonesia Kantor Perwakilan Purwokerto untuk membuat TPST dan mesin pemilah sampah. Jadi, sudah ada 7 bulan ini tidak ada sampah yang menumpuk di luar,” terangnya.
Ketua pengelola TPST Dewanata, Kabul Suwoto menuturkan, mesin pengolahan sampah dari Bank Indonesia tersebut memudahkan proses pemilahan sampah. Sementara itu, dalam proses pemilahan, sampah-sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman milik petani, yakni tanaman kentang. Untuk sampah anorganik atau sampah plastik dapat dijual.
“Sampah plastik ini laku dijual. Sementara itu, sampah organik masih dimanfaatkan untuk pupuk tanaman kentang. Hasilnya cukup bagus untuk tanaman,” katanya.
Dari 1000 kepala keluarga di Dieng, sampah yang dihasilkan kurang lebih 5 ton. Sampah tersebut kemudian dibawa ke TPST dan dipilah setiap harinya.
Dari 5 ton sampah, biasanya terdapat 2 ton sampah plastik yang laku dijual kembali dengan harga mencapai Rp1.000 per kilogramnya.
“Untuk harga sampah plastik ini harganya tidak pasti. Biasanya paling rendah Rp250 per kilo dan paling tinggi Rp1.000 per kilonya,” sebutnya.
Load more