Karena sepinya pembeli, Sutono mengaku kini tidak lagi mempekerjakan karyawan di kiosnya karena tidak mampu membayar gaji karyawan.
“Sebelum ada penjualan online ya paling tidak bisa mendapatkan penghasilan secara pribadi juga bisa membayar para karyawan. Namun kini penghasilan nggak pasti, bahkan sehari bisa tidak laku sama sekali,” keluhnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh pedagang konveksi lainnya, Sri Astuti. Sepinya pembeli membuat dia harus mencari alternatif jualan lainnya.
“Berdampak sangat sangat sekali, pasar jadi sepi pedagang banyak yang tidak laku. Bahkan ada yang tiga hari berturut turut tidak laku, ada yang laku satu potong sehari. Penurunan omset ada 70 sampai 80 persen. Kalau punya karyawan kan habis buat membayar gaji karyawan. Kios di pasar banyak yang tutup,” ungkapnya.
“Mengatasi kondisi sepi seperti ini ya pada mencari sampingan lain. Seperti saya kalau pagi jualan ayam, terus jualan sayur. Ya cari profesi lain, kalau mengandalkan jualan pakaian nanti anaknya ya nggak sekolah,” lanjut dia.
Para pedagang berharap pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan belanja live di toko online di media sosial. Menurutnya, cara berjualan dan berbelanja seperti itu merugikan pedagang yang bekerja secara tradisional.
“Dari kami pedagang berharap kepada pemerintah mestinya hadir dan mengetahui kondisi di pasar tradisional saat ini khususnya kota rembang, imbas maraknya penjualan online,” harapnya. (arm/buz)
Load more