Pati, tvOnenews.com - Kemarau ekstrem yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, membuat embung atau waduk kecil yang ada di desa mengering. Akibatnya, warga yang selama ini menggunakan sumber air embung untuk Pamsimas, kini mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah dan dermawan untuk memenuhi kebutuhan air sehari hari.
Sudah dua bulan ini warga Desa Tondokerto, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih lantaran satu-satunya embung atau waduk kecil di desanya yang selama ini dimanfaatkan warga sebagai sumber air program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) untuk kebutuhan sehari hari telah mengering.
“Kondisi embung yang selama ini dikonsumsi warga baik untuk mandi, mencuci dan untuk kebutuhan sehari hari saat ini kering. Airnya habis yang sudah berjalan dua bulanan,” ujar Ali, salah seorang warga Desa Tondokerto, Kecamatan Jakenan, Selasa (10/10/2023).
Selain hanya tersisa sedikit, sisa air yang ada di dalam embung keruh, berlumpur dan tidak layak untuk dikonsumsi. Akibatnya, warga yang selama ini menggunakan sumber air embung untuk Pamsimas, kini hanya mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah dan dermawan untuk memenuhi kebutuhan air sehari hari.
“Seandainya hari hari nggak ada bantuan ya kesulitan untuk aktivitas mandi, cuci dan sebagainya. Memang disini sangat membutuhkan air bersih karena kondisi embung yang digunakan sehari hari sudah habis airnya,” ungkap dia.
Ali menjelaskan, dampak kemarau tahun ini merupakan yang terparah dari pada tahun-tahun sebelumnya. Jika belum mendapat saluran bantuan air bersih, warga terpaksa membeli air dengan harga lima ribu sampai enam ribu rupiah per galon.
Pasalnya, satu kali droping bantuan air bersih hanya bisa bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari satu keluarga satu sampai dua hari pemakaian saja.
“Kalau nggak ada droping air ya warga terpaksa harus beli air, karena sekali droping paling maksimal dua hari sudah habis digunakan untuk kebutuhan sehari hari satu keluarga,” ungkapnya.
Menurut perangkat Desa Tondokerto, Mulyono, embung desa ini mampu mengaliri air ke 400 rumah warga, dengan kapasitas 25.000 meter kubik. Biasanya warga memanfaatkan air dari embung untuk kebutuhan sehari hari seperti mandi dan mencuci baju.
“Bisa panjenengan lihat sendiri memang di Desa Tondokerto saat ini lagi kekeringan air, artinya pasokan untuk air bersih sangat kurang sekali. Selama ini air embung dialirkan ke kurang lebih empat ratusan rumah,” kata Mulyono.
Mulyono mengatakan, kekeringan yang dialami tahun ini menjadi kekeringan terparah selama dua tahun terakhir. Mengingat pada tahun-tahun sebelumnya embung di desanya masih bisa digunakan hingga bulan November.
“Tahun kemarin hingga November masih cukup, karena mungkin dipacu dengan adanya musim kemarau kemarin kan tidak begitu lama. Ini berdampak dari musim kemarau yang lama sehingga panasnya juga luar biasa sehingga air di dalam embung sendiri cepat berkurang,” ujar dia.
“Biasanya dari bulan April mulai kemarau sampai bulan Agustus itu cukup, tapi tahun ini mulai bulan Juli akhir airnya sudah habis karena memangnya panasnya luar biasa,” lanjutnya.
Karena air di embung mengering, warga yang selama ini menggunakan sumber air embung untuk Pamsimas, kini mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah dan dermawan untuk memenuhi kebutuhan air sehari hari.
“Embung yang ada sudah tidak airnya mulai bulan Juli akhir. Dari bulan Agustus, September itu sudah nggak ada airnya. Kami masyarakat Desa Tondokerto saat ini mengandalkan bantuan dari pemerintah daerah, dermawan dan lembaga masyarakat yang ada disekitar kabupaten Pati,” pungkasnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pati, hingga hari Selasa (10/10/2023) sebanyak 70 Desa yang tersebar di 10 Kecamatan di Kabupaten Pati mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.(arm/buz)
Load more