Dulu, saat Semarang masih masuk wilayah kabupaten, tradisi Dugderan dipimpin oleh Bupati Semarang bersama ulama Masjid Agung Kauman.
Setelah rombongan arak-arakan sampai di Masjid Kauman, para ulama menyambut di teras masjid dan mengajak untuk menunaikan ibadah salat ashar.
Kemudian umaro dan ulama melakukan rapat atau sidang di serambi Masjid Kauman untuk membahas hasil sidang isbat terkait penentuan hari pertama bulan Ramadhan.
Hasil penentuan hari pertama bulan Ramadhan kemudian diumumkan kepada masyarakat setelah Salat Asar berjamaah. Prosesi penyerahan suhuf halaqah dari ulama ke Umaro, kemudian dibacakan Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Probodiningrum dalam bahasa Jawa krama.
"Semoga dalam menunaikan ibadah puasa semua warga Kota Semarang dapat meningkatkan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan nista," kata Mbak Ita dalam bahasa Jawa krama.
Setelah itu, dipukulah bedug yang dibarengi suara meriam yang diganti dengan balon karbit yang disulut.
Ciri khas lainnya dari Dugderan adalah pembagian air khataman Alquran dan roti ganjel rel yang dibagikan kepada warga di Aloon-Aloon Kauman.
Load more