Semarang, tvOnenews.com - Tradisi Dugderan digelar di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (9/3/2024).
Hujan deras yang mengguyur deras tak mematahkan semangat ribuan peserta arak-arakan dari Balaikota Semarang menuju ke Masjid Agung Kauman.
Para penari dan barisan warak tetap berjalan meski basah kuyup. Begitu juga barisan berkudo yang mengawal kereta kuda.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu yang memerankan tokoh Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Probodiningrum, menaiki kereta tersebut bersama pejabat lainnya, menyusuri Jalan Pemuda hingga sampai di halaman Masjid Agung Kauman Semarang.
Warga tetap antusias menyaksikan prosesi Dugderan dari tepi jalan meski harus memakai payung dan jas hujan.
"Namanya juga setahun sekali ya tetap ingin nonton, hujan nggak masalah, kan bisa berteduh di depan toko atau pakai payung," kata Yuniati, warga Semarang, Sabtu (9/3/24).
Dugderan merupakan tradisi untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan yang menjadi ciri khas budaya di Kota Semarang.
Disebut Dugderan, karena pada saat pengumuman masuknya Ramadhan, ditandai dengan bunyi bedug dug dan bunyi meriam der. Jika digabungkan maka jadi dugder. Masyarakat pun kemudian menyebutnya tradisi dugderan.
Dulu, saat Semarang masih masuk wilayah kabupaten, tradisi Dugderan dipimpin oleh Bupati Semarang bersama ulama Masjid Agung Kauman.
Setelah rombongan arak-arakan sampai di Masjid Kauman, para ulama menyambut di teras masjid dan mengajak untuk menunaikan ibadah salat ashar.
Kemudian umaro dan ulama melakukan rapat atau sidang di serambi Masjid Kauman untuk membahas hasil sidang isbat terkait penentuan hari pertama bulan Ramadhan.
Hasil penentuan hari pertama bulan Ramadhan kemudian diumumkan kepada masyarakat setelah Salat Asar berjamaah. Prosesi penyerahan suhuf halaqah dari ulama ke Umaro, kemudian dibacakan Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Probodiningrum dalam bahasa Jawa krama.
"Semoga dalam menunaikan ibadah puasa semua warga Kota Semarang dapat meningkatkan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan nista," kata Mbak Ita dalam bahasa Jawa krama.
Setelah itu, dipukulah bedug yang dibarengi suara meriam yang diganti dengan balon karbit yang disulut.
Ciri khas lainnya dari Dugderan adalah pembagian air khataman Alquran dan roti ganjel rel yang dibagikan kepada warga di Aloon-Aloon Kauman.
Roti tersebut mengandung filosofi bahwa memasuki Ramadhan segala yang mengganjal di hati harus dilepas, dan memasuki bulan Ramadhan dengan rela atau iklhas menjalankan ibadah. Maka disebut ganjel rel.
"Kalau air khataman ini selain untuk keberkahan juga sekaligus untuk mengingatkan umat muslim untuk belajar AlquranNah, roti ganjel rel ini dibuat khusus pada acara dugderan. Dibagikan kepada masyarakat," jelas H. Hamad, Ketua Yayasan Masjid Agung Kauman Semarang. (tjs/buz)
Load more