Semarang, Jawa Tengah - Jajanan nostalgia selalu menarik dan bikin penasaran untuk dicoba. Tak hanya bagi generasi tempo dulu yang ingin mengenang masa muda, tapi juga generasi milenial yang hasratnya untuk mencoba hal baru cukup tinggi.
Jajanan ini bisa dibilang khas Kota Semarang. Tidak setenar lunpia atau wingko memang. Tapi penggemarnya masih tetap ada, termasuk mereka yang ingin mencoba jajanan baru yang tidak mereka temui di tempat lain.
Pisang plenet mulai muncul di Kota Semarang sekitar tahun 1950an. Menurut salah satu penjualnya, Subandi (60), dari awal mula dulu lokasi jualan pisang plenet tetap di trotoar jalan Pemuda. Jajanan ini jadi kegemaran tamu yang menginap di sejumlah hotel di jalan tersebut.
Memang pernah ada yang coba buka di tempat lain. Namun karena orang tahunya di jalan Pemuda, maka yang masih bertahan yang di tempat ini.
"Gampangnya ini ya pisang panggang, tapi karena pisangnya kemudian diplenet atau ditekan dengan papan sampai pipih, maka kemudian orang pada ngasih nama pisang plenet," kata Subandi yang jualan pisang plenet sejak tahun 1980-an.
Ia bercerita, dulu jualannya ada yang dipikul keliling. Tapi ada juga yang menetap pakai meja kecil di tepi jalan. Lalu agar mudah bawa barang dari rumah ke lokasi trotoar jalan, kini penjual berganti pakai gerobak.
"Bahannya itu harus pisang kepok kuning atau kepok pipit. Yang lain bisa tapi nggak pas. Karena pisang kepok itu kan selain manis, teksturnya juga padat dan kesat. Jadi kalau diplenet tidak hancur. Aromanya juga harum," tambahnya.
Pisang kepok kupas dimasak dengan cara dibakar dengan arang. Setelah matang lalu diplenet atau ditekan dengan papan sampai pipih.
Untuk yang original atau asli cuma ditaburi gula seperti tempo dulu. Sekarang penjualnya menambah variasi dengan olesan margarine, taburan gula halus, dan selai nanas.
"Kalau sekarang kan sukanya pada coba-coba rasa ya. Maka kita tambahi juga variasi kayak keju dan coklat," jelasnya.
Seporsi berisi tiga sampai empat pisang plenet harganya sekitar dua belas ribu rupiah. Cukup terjangkau dan bisa dikudap bareng-bareng sambil nyeruput kopi. (Teguh Joko Sutrisno/Buz)
Load more