Dari 1.200 ton timbunan sampah tersebut, kata dia, sampah yang masuk ke TPA kurang lebih mencapai 900 ton per hari.
"Untuk itu upaya-upaya percepatan harus segera dilakukan untuk mengolah sampah. Maka dengan Perpres 35/2018 itu kita akan mengolah sampah menjadi energi listrik atau 'waste to energy'," katanya.
Arwita menjelaskan bahwa dari 1.000 ton sampai 1.200 ton sampah yang ada akan diolah menggunakan teknologi "proven" atau "visible" yang mampu dengan cepat memakan sampah.
"Kami belum tentukan teknologinya ya. Apakah itu insinerator, gasifikasi, atau pirolisis maupun refuse derived fuel (RDF), kami belum tentukan itu. Tapi dari beberapa teknologi yang ada, akan dipilih teknologi yang paling 'proven' dan paling cepat memusnahkan sampah," katanya.
Mengenai listrik yang dihasilkan, lanjut dia adalah manfaat tambahan dari pengolahan sampah tersebut dengan perkiraan kapasitas listrik yang dihasilkan sebesar 15 hingga 18 megawatt (MW).
Untuk kebutuhan tersebut, kata Arwita, dibutuhkan nilai investasi sekitar Rp2,6 triliun, kemudian lahan yang dibutuhkan kurang lebih 11 hektare, dengan biaya pengolahan sampah atau "tipping fee" kurang lebih Rp230 miliar per tahun.
Adapun skema pembiayaan, kata dia, direncanakan lewat kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dan dukungan fiskal dari pemerintah pusat, yakni "viability gap fund" yang diberikan Kementerian Keuangan maksimal 49 persen kepada pemerintah kota.
Load more