Purwokerto, Jawa Tengah - Insiden kebocoran gas di sumur bor Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng, di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (12/3/2022) mendapat perhatian pakar geologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Sachrul Iswahyudi.
Dalam keterangan tertulis yang diterima tvonenews, Rabu (16/3/2022), dia menyebut kondisi di banyak lapangan panas bumi memang demikian. Banyak mengandung gas-gas yang bersifat racun jika melebihi ambang batas yang bisa ditoleransi tubuh manusia,
"Seperti gas CO CO2, H2S, SO2 dan lain lain. Konsentrasi gas-gas beracun yang tinggi di Dieng mengingatkan akan Tragedi Sinila pada 1979 yang merenggut 149 korban jiwa akibat terpapar gas beracun melebihi ambang," ujar dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed itu.
Gas-gas beracun tidak saja keluar pada sumur-sumur panasbumi, tapi juga bisa terjadi di kawah-kawah yang banyak terdapat di Dieng.
Upaya mitigasi harus terus-menerus, lebih masif dan lebih luas di lokasi Dieng. Tujuannya untuk mengurangi kerugian atau resiko kemungkinan bencana alam yang timbul di masa datang, mengingat kondisi lokasi Dieng yang dinamis, padat penduduk, sentra produksi pertanian kentang, dan destinasi wisata ramai pengunjung.
"Upaya mitigasi yang akan dilakukan tergantung kondisi lokal setempat yang ada. Setiap lapangan panas bumi sendiri memiliki karakter atau keunikan tersendiri yang berbeda dengan karakter lapangan panas bumi lain. Keunikan tersebut bukan saja dari sisi teknis tapi juga dari sisi sosial budaya masyarakat setempat," ujarnya.
Sachrul menambahkan, pola pertanian masyarakat, sebagian besar berupa tanaman kentang juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pola tumpang sari atau perselingan dengan tanaman produksi lain yang lebih besar dan tinggi. Bertujuan menghambat laju alir gas jika gas keluar.
"Hal itu pernah diupayakan beberapa tahun yang lalu, melalui upaya perselingan tanaman kentang dan kopi. Lahan juga tidak dibiarkan gundul, karena gas-gas akan mudah mengalir ke atas jika tidak ada penahan tanaman di permukaan," ujarnya lagi.
Di tempat-tempat yang rawan keluaran gas yang tinggi, seperti kawah, juga perlu dipertimbangkan melakukan penanaman tumbuhan penangkal polusi yang telah dikenal selama ini.
Hal ini tetap perlu dilakukan penelitian terlebih dulu, apakah tanaman-tanaman tersebut efektif untuk menangkal gas-gas beracun, atau ada jenis tanaman lain yang lebih baik untuk lokasi.(Sonik Jatmiko/Buz)
Load more