“Dari dinas perikanan memberikan solusi koordinator nelayan kecil untuk membeli solar subsidi di SPBN, kan kena ongkos juga jadi semakin naik harganya. Yang harganya Rp 6.800 jadi Rp 8.000an,” imbuhnya.
Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga jaring ikan sebesar 25%, sementara harga ikan dan rajungan turun.
“Hasil melaut saat ini kecil sekali paling dapat sekilo dua kilo rajungan. Harga hasil tangkapan ikan juga murah sekali ini. Rajungan dulu Rp 120 ribu/ kg, sekarang Rp 40 ribu paling maksimal Rp 45 ribu/ kg. Ikan juga murah sekali, ikan belo malah Rp 3 ribu/ kg. Terus dari alat tangkapnya, jaring ikan ikan naik 20%-25%,” keluhnya.
Karena merugi biaya melaut tak sebanding dengan hasil yang didapatkan, para nelayan tradisional banyak yang berhenti melaut dan memilih menjadi buruh kuli bongkar ikan di pelabuhan Juwana.
“Nelayan tradisional saat ini banyak yang menganggur. Ya jadi buruh harian di pelabuhan juwana atau memperbaiki jaring pursein, dapat Rp 100 ribu - Rp 120 ribu,” ungkapnya.
Para nelayan tradisional di Pati berharap pemerintah memperhatikan nasib mereka, dengan memberikan solusi terkait mahalnya harga solar subsidi yang dirasakan sangat mencekik nelayan tradisional. Mereka juga minta pemerintah menstabilkan harga ikan dan rajungan di tingkat nelayan agar para nelayan bisa kembali melaut.
“Ya harapan kami pemerintah peduli bagaimana hasil tangkapan yang ekspor itu seperti udang dan rajungan kalau bisa seperti tahun tahun kemarin, dan BBM ini harus dipermudah,” pungkasnya. (Arm/Buz)
Load more