Semarang, Jawa Tengah - Ditreskrimsus Polda Jateng membongkar tiga tempat produksi oli ilegal yang beromzet mencapai belasan miliaran rupiah per tahunnya.
Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagyo menerangkan, dalam perkara ini pihaknya mengamankan dua orang tersangka yakni bos pemilik rumah produksi oli palsu berinisial DKA dan distributor berinisial AM.
“Ketiga lokasi kita dapatkan dari hasil pemeriksaan tersangka DKA. sedangkan tersangka AM itu mengedarkan oli (palsu) tersebut kepada masyarakat,” ujar Kombes Dwi saat rilis kasus di rumah produksi oli ilegal Jalan Kayu Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kamis (20/10/2022).
Dwi menyebu,t para tersangka sudah menjalankan bisnis ilegal ini selama kurang lebih dua tahun dengan memakai merk YAMALUBE. Kemudian dalam menjalankan bisni, tersangka dalam sehari bisa memproduksi oli ilegal sebanyak kurang lebih 3000 botol.
“Oli yang diproduksi rupanya hampir sama dengan yang asli. Dalam sebulan omzet mereka bisa Rp.950 juta. Dan jika dihitung selama setahun omzet mereka sebanyak Rp.11,5 miliar jadi kalau sudah beroperasi dua tahun omzetnya sekitar Rp. 23 miliar,” terangnya.
Kombes Dwi menjelaskan, bahan baku dalam pembuatan oli ini menggunakan campuran bahan-bahan kimia yang bukan digunakan untuk membuat oli. Setelah bahan tercampur kemudian diberi zat pewarna yang menyerupai oli.
“Bahan dasarnya dari zat yang sebenarnya bukan untuk membuat oli. Kemudian diolah sedemikian rupa oleh tersangka dan dijual setelah ditambahkan zat pewarna lalu diedarkan ke wilayah Jawa Tengah dan Kalimantan dengan merk YAMALUBE dan merk dari Honda,” bebernya.
Dwi mengatakan, dalam mengedarkan oli ilegal ini, tersangka melakukannya dengan cara online dan mengedarkannya ke sejumlah daerah dengan menggunakan mobil box yang dimodifikasi menjadi transportasi pengantar roti.
“Ada enam unit mobil yang digunakan untuk mendistribusikan atau membeli bahan baku tersebut. Kendaraan yang digunakan tersangka ini tidak sesuai dengan peruntukannya,” paparnya.
Selanjutnya, aksi kejahatan tersangka terbongkar setelah pihaknya mendapatkan laporan dari pemilik bengkel resmi tentang adanya peredaran oli dalam skala besar dari distributor tak resmi.
Setelah mendapat informasi tersebut, kemudian kepolisian melakukan penyelidikan dan pemeriksaan hingga berhasil mengamankan tersangka dan barang bukti untuk memproduksi oli ilegal.
“Kita mendapat laporan dari pemilik merk AHM maupun YAMALUBE karena mengetahui ada oli tak resmi yang diedarkan ke masyarakat,” terangnya.
Sementara itu, Kasubdit Indaksi Ditreskrimsus Polda Jateng, AKBP Rosyid Hartanto menambahkan, meski hasil produksi hampir menyerupai merk aslinya, namun masih ada beberapa perbedaan dari oli yang dibuat tersangka.
Beberapa perbedaan tersebut berada pada tutup botol, warna oli dan kekentalan oli yang diproduksi tersangka.
“Untuk perbedaan oli AHM, yang asli itu tutup botolnya lebih rapi berbeda dengan yang palsu ini plastiknya tidak rapi. Kemudian warnaya yang asli lebih terang bersih sedangkan yang palsu itu gelap atau pudar,” katanya.
“Lalu perbadaan dari botol tidak bisa spesifik membedakan karena hampir sama botol yang digunakan. Hanya saja sama-sama ada hologramnya tapi untuk oli asli dapat terdeteksi oleh mesin khusus dan ada tanda airnya tapi kalau untuk yang palsu tidak ada tandanya,” tambahnya.
Disisi lain, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Aluqudusy meminta kepada masyarakat untuk berhati-hati dan teliti dalam membeli ataupun memakai oli yang didapat dari bengkel-bengkel kecil.
Dirinya juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemalsuan atau pengoplosan seperti kasus oli ilegal ini karena dapat merugikan dan membahayakan masyarakat.
“Saya sampaikan kepada masyarakat karena peredaran oli ini sudah sampai ke seluruh Indonesia terutama Jawa dan Kalimantan. Kami meghimbau kepada masyarakat untuk teliti dalam membeli oli di bengkel-bengkel,” imbuhnya.
Saat ini tersangka dan barang bukti diamankan oleh kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, tersangka terancam Pasal 100 ayat 1 atau ayat 2 dan Pasal 102 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling Rp. 2 miliar.(Dcz/Buz)
Load more