Purwokerto, tvOnenews.com - Soal pemagaran lahan parkir yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 5 Purwokerto pada Kamis, (26/1/2023) pagi, menuai keluhan warga. Terutama Pemilik rumah toko (ruko) nomor 5 dan 6 di Komplek Ruko Jalan Jenderal Soedirman Nomor 221, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
"Ya kami merasa dirugikan," kata pemilik ruko nomor 5 dan 6 Agus Setiawan di Purwokerto.
Menurutnya, pemagaran tersebut dilakukan oleh PT KAI Daop 5 Purwokerto dengan alasan tidak membayar sewa. Padahal, kata dia, pihaknya memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) seluas 293 meter persegi sejak membeli ruko tersebut pada tahun 2007 dan berlaku hingga tahun 2030.
"Kami dirugikan, karena kami kan tidak punya perjanjian langsung dengan KAI. Kami membelinya dari developer (pengembang), CV Perkasa yang berlokasi di Pati," jelas Agus didampingi kuasa hukumnya, Teddy Hartanto dan Ici Kurniasih dari Biro Konsultasi dan Pelayanan Hukum (BKPH) "Abdi Kusuma" Purwokerto.
Kemudian, soal itu, Agus menginginkan agar PT KAI Daop 5 Purwokerto membongkar pagar tersebut karena pihaknya merasa ada kesewenang-wenangan.
Lantaran, dia mengaku keberatan atas pemagaran tersebut karena secara kebetulan dua rukonya saat sekarang sedang disewa oleh Samsung dan Hijab Mandjha Ivan Gunawan, sehingga akses mereka terganggu meskipun rukonya tidak ditutup.
Lebih lanjut, dia katakan, jika sebelumnya, pihaknya telah menerima surat peringatan dari PT KAI Daop 5 Purwokerto sebanyak tiga kali.
"Tetapi di situ (surat peringatan) disebutkan bahwa kami diminta untuk mengembalikan lahannya kepada KAI. Saya juga bingung, suratnya enggak nyambung, diminta mengembalikan, padahal kami memiliki sertifikat HGB yang berlaku sampai 7 Februari 2030, bagaimana kami harus mengembalikan," ujar Agus.
Sementara itu, kuasa hukum dari pemilik ruko, Teddy Hartanto mengatakan, jika PT KAI Daop 5 Purwokerto tidak memberikan respons atas keluhan kliennya yang meminta agar pagar tersebut dibongkar, pihaknya akan melakukan upaya hukum.
"Upaya hukum yang kami lakukan dapat berupa perdata dan pidana," tegasnya.
Terpisah, Manajer Humas PT KAI Daop 5 Purwokerto Krisbiyantoro mengatakan PT KAI (Persero) khususnya Daop 5 Purwokerto dalam upaya penjagaan aset-asetnya yang merupakan aset negara, salah satunya seperti yang dilakukan pada Kamis (26/1) pagi berupa pemagaran.
Menurut dia, pemagaran tersebut dilakukan karena PT KAI Daop 5 Purwokerto sudah melalui beberapa tahap, mulai dari mediasi bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Purwokerto, namun kurang diindahkan.
"Kemudian kami mengeluarkan surat peringatan satu, dua, dan tiga, itu juga tidak diindahkan. Upaya terakhir yang kami lakukan adalah penertiban," ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyebutkan, penertiban ada dua yang terdiri atas penertiban administrasi dan penertiban fisik, sedangkan yang dilakukan terhadap ruko tersebut berupa penertiban fisik melalui pemagaran.
Menurutnya, lahan KAI di ruko nomor 5 dan 6 itu memang tidak memiliki hubungan kerja sama dengan PT KAI Daop 5 Purwokerto, sehingga sudah sepantasnya untuk dilakukan penertiban.
Lebih lanjut, Krisbiyantoro mengatakan PT KAI (Persero) punya dasar karena yang dimaksud lahan aset itu berupa luasan tanah di mana bagian depan yang disebut dengan halaman atau tempat parkir merupakan milik KAI termasuk bangunannya.
"Oleh karena tidak ada ikatan kontrak atau hubungan kerja sama dengan PT KAI (Persero), dan kami sudah berupaya untuk penyelamatan aset-aset negara yang dikuasakan pengelolaannya oleh KAI, hal itu kami tempuh penertiban fisik dengan cara pemagaran," tegasnya.
Lanjutnya menuturkan, pihaknya akan membuka lahan tersebut apabila pengusaha atau siapa pun yang menempati lahan itu sudah melakukan kerja sama atau berkontrak dengan PT KAI (Persero).
Ia mengatakan KAI sudah berbaik hati agar bagaimana caranya pengusaha atau pemilik ruko bisa berkontrak.
"Nego pun kami layani. Jadi kami tidak mempunyai sistem harga yang paten, semua bisa dinegosiasikan," pungkasnya.
Terkait dengan alasan bahwa pemilik ruko memiliki sertifikat HGB yang berlaku hingga tahun 2030, dia mengatakan PT KAI (Persero) memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan lebih dahulu muncul berupa sertifikat hak pengelolaan (SHP).
Menurutnya, di komplek ruko tersebut terdapat 10 ruko namun hanya ruko nomor 5 dan 6 yang belum melakukan kontrak atau kerja sama dengan KAI.
"Ruko lainnya sudah melakukan kerja sama dengan KAI," pungkasnya. (ant/aag)
Load more