Kota Batu, Jawa Timur – Meski pandemi Covid -19 sudah melandai, namun tak membuat keseluruhan perekonomian sektor pariwisata di Kota Batu bangkit. Seperti halnya wisata alam Coban Talun yang terletak di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Pengunjungnya kian meredup.
Coban Talun dilihat dari sisi geografis sangat strategis untuk dikembangkan agar bisa bersaing dengan wisata alam lainnya. Pengunjung wisata alam ini sangat sedikit, termasuk di hari libur, tidak ada tingkat kunjungan yang meningkat, tidak seramai beberapa tahun lalu. Begitupun para pedagangnya, kini hanya menyisakan lapak-lapak kosong yang sudah ditinggal para pemiliknya.
Santoso menambahkan, kunjungan wisata di Coban Talun untuk keluarga di hari biasa hanya mencapai 10 pengunjung, kalau hari libur naik antara 30-50 pengunjung.
"Rata-rata pengunjung hanya rombongan untuk bermain outbond, sedangkan untuk kunjungan keluarga sehari-hari kadang hanya dua orang hingga lima orang," kata Santoso.
Direktur Bumdes Tulungrejo, Mochamad Dadi mengatakan, dengan adanya situasi tersebut, pihaknya berkeinginan mengambil alih pengelolaan Coban Talun yang saat ini dikelola Perhutani, sehingga menjadi milik Bumdes Tulungrejo dengan sistem kerjasama.
"Saat ini masih dikelola Perhutani. Kami akan usulkan pengelolaan kerjasama dengan Perhutani, agar Coba Talun dikelola Bumdes Tulungrejo," ujar Dadi, Jumat (17/2).
Lebih lanjut Dadi menambahkan, selama dikelola Perhutani, Coban Talun belum memberikan efek berarti pada masyarakat sekitar. Dadi menilai, hal tersebut disebabkan karena kurangnya penataan di tempat wisata tersebut, sehingga wisata alam Coban Talun yang menyuguhkan air terjun dan pemandangan alam itu masih nampak biasa saja.
"Penataan kurang mengena. Dengan adanya situasi itu, pihak desa tidak bisa berbuat banyak. Karena pengurusan dipegang oleh pihak Perhutani. Padahal seharusnya tempat wisata itu nuansanya ya harus benar-benar wisata alam," ungkapnya.
Ke depan pihaknya berharap Bumdes Tulungrejo bisa berbuat untuk meningkatkan di wisata alam itu. Mulai dari penataan jalan, parkir, tempat selfie hingga jalur masuk ke Coban Talun. Sebab jika dilihat saat ini, jalur masuk menuju Coban Talun sangat miris dan masih setapak.
"Jadi, para pedagang yang berjualan di tempat tersebut sudah banyak yang tutup permanen. Bahkan saat hari Sabtu-Minggu, lapak-lapak juga banyak yang tutup karena pengunjung sangat sedikit," kata Dadi.
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, saat ini untuk pengunjung reguler sudah sangat berkurang. Namun untuk pengunjung rombongan masih terlihat meski jumlahnya terbatas.
Saat ini pihaknya telah meramu pengajuan kerjasama dengan Perhutani. Dia berharap pengajuan kerjasama pengelolaan Coban Talun itu bisa diterima, sehingga Bumdes Tulungrejo bisa turut andil menata Coban Talun. Apabila tak diterima, pihaknya khawatir timbul gejolak di masyarakat.
"Misalkan di masing-masing dusun dipasang portal. Kemudian setiap dusun meminta kontribusi karena jalannya dilewati, bagaimana?. Sebab selama ini masyarakat sekitar tak menerima dampak apapun. Mereka hanya menerima polusinya saja," jelasnya.
Menurut Dadi, selama ini Kades Tulungrejo sudah meredam, agar gejolak tersebut tak sampai terjadi. Untuk mengembangkan Coban Talun, menurutnya perlu digarap bersama, sehingga tak dikerjakan secara individu seperti saat ini.
"Kalau sistem pengelolaan masih seperti saat ini, yang rame ya rame, yang mati ya semakin mati. Pemberdayaan tidak ada," tegasnya.
Kepala Desa Tulungrejo, Suliyono menyampaikan, apabila permintaan tersebut dikabulkan oleh Perhutani. Di tahun pertama pembenahan Coban Talun, pihaknya telah menyiapkan anggaran Rp500 juta.
"Tahun ini Rp500 juta. Tahun 2024 bisa sampai Rp2 miliar anggaran yang kami siapkan untuk perbaikan Coban Talun. Pembangunan akan terus kami lakukan secara bertahap," kata dia.
Sementara itu, salah satu pedagang di Coban Talun, Sunar menyampaikan, banyak warung-warung yang sudah tutup. Mereka sudah tutup sejak lama. Bahkan pada hari Sabtu-Minggu pedagang lain sudah tidak tertarik membuka lapaknya karena sepinya pengunjung Coban Talun.
"Di Coban Talun ada sekitar 50 warung. Namun yang buka tidak sampai 10 warung. Padahal dulu sekitar 5 tahun lalu, kami beli warung itu dengan harga Rp10 juta," pungkasnya. (eco/hen)
Load more