Siswa lain yang harus menerjang bahaya layaknya Melling adalah Amel, teman satu kelasnya. Pelajar berusia 10 tahun itu berharap segera ada jembatan baru.
‘’Sebenarnya bahaya, seperti ini, berangkat sekolah menyeberangi sungai dan material longsor. Kondisi ini sudah kami alami sejak empat bulan lalu,’’ ungkap Amel.
Sri Winarti selaku orang tua sebenarnya resah dengan keseharian anaknya yang menantang bahaya. Kaki bisa cedera terantuk batu jika terpeleset. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak untuk mengantarkan dan menjemput anaknya ke sekolah.
Selain itu kami warga di 5 RT RW 08 terisolir. Memutar arah sangat jauh. Karena harus memutar jalan setapak melalui Pasar Tegalombo yang jarak tempuhnya ke sekolah mencapai 10 kilometer dan tidak bisa dengan kendaraan.
“Soalnya kalau hujan deras, anak-anak tidak masuk sekolah. Karena sudah pasti aliran sungainya deras dan rentan terjadi banjir batu. Warga berharap jembatan baru segera dibangun. Sebab, semangat belajar anak-anak di kampungnya begitu tinggi dan warga untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak sulit,’’ kata perempuan 37 tahun itu.
Didesa tersebut ada 106 kepala keluarga (KK) yang bermukim di RT 5 sampai RT 9 RW 8 Dusun Sempu masih terisolir. Dinas PUPR masih melakukan kajian untuk membangun akses agar setidaknya warga dan anak sekolah bisa lewat dan tidak terisolir. (asw/gol)
Load more