Putusan PN Jakarta Pusat Tidak Bisa Dieksekusi
Hufron menambahkan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak bisa dieksekusi karena putusan tersebut adalah pertentangan dengan konstitusi dan undang-undang. Apalagi sebenarnya kalau berbicara soal gugatan perdata itu sifatnya adalah putusannya berlaku bagi kedua belah pihak, berbeda dengan Hukum Tata Usaha Negara, yang diperiksa di dalam putusan MK,” ujarnya.
Putusan Peradilan Tata Usaha Negara itu, kata Hufron, bersifat organis yang berlaku buat seluruh rakyat Indonesia. Sementara kalau perdata hanya berlaku buat sebagian saja. Oleh karena itu, menurut Hufron, tidak tepat dari sisi kompetensi siapa yang berwenang.
“Saya ingin mengatakan bahwa dalam skema penyelesaian sengketa pemilu, sengketa verifikasi terhadap hasil verifikasi partai politik adalah melalui Bawaslu dan melalui Pengadilan Tata Negara,” jelasnya.
Karena itu, Hufron meminta agar dari putusan ini Komisi Yudisial untuk memanggil dan memeriksa Hakim bersangkutan. Apakah dalam konteks putusan ini ada upaya penyalahgunaan wewenang atau tidak. Hal ini untuk memastikan supaya tidak menimbulkan kecurigaan di balik keluarnya putusan tersebut.
“Komisi Yudisial untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi, apakah di balik putusan yang luar biasa ini ada penyalahgunaan wewenang atau tidak. Tentu Mahkamah Agung atau Badan Pengawas Mahkamah Agung bisa mengkonfirmasi soal adanya dugaan penyalahgunaan tersebut atau pelanggaran kode etik,” jelasnya.
“Saya kira itu catatan penting agar ke depan tidak ada lagi istilah yang menurut Pak Mahfud (Menkopolhukam) sebagai sensasi yang berlebihan. Kalau menurut saya sebenarnya ini lebih kepada pemahaman secara utuh tentang rule and prosedur. Bagaimana penyelesaian sengketa pemilu yang menurut kita bahwa ini keluar dari sengketa prosedur, yang disiapkan oleh konstitusi oleh undang-undang dan turunannya terkait penyelesaian sengketa pemilu,” pungkasnya. (msi/gol)
Load more