Pelaku sendiri akan meyakinkan kepada korban bahwa dia orang yang baik, bertanggung jawab, memiliki perhatian, setiap waktu diperhatikan. Sehingga, tanpa disadari anak-anak sudah terlibat secara emosional dan akhirnya terjebak.
"Ketika terjebak, mereka secara emosional merasa dekat, sudah terikat secara emosional, bergantung secara emosional, akhirnya janjian bertemu lewat darat, dia sudah merasa nyaman. Akhirnya tidak sadar masuk perangkap pelaku kejahatan predator seksual, itu yang mereka tidak pahami," ujarnya.
Ia menyebut, tak hanya remaja saja yang menjadi korban kejahatan seksual. Tetapi juga dewasa awal, yakni usia 18-25 tahun banyak yang tertipu. Dimana saat ini banyak pelaku kejahatan berkenalan lewat medsos.
Belum lagi, korban tidak menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak baik diupload ke medsos, karena dapat dilihat orang lain, terlebih yang tidak dikenal.
"Rata-rata ketika sudah menikmati kebersamaan, cerita di rumah begini, ada masalah keluarga, cerita ibu bapakku sibuk, curhatan-curhatan itu yang digunakan pelaku Itu berisiko. Kemudian ketemu darat, dibawa ke suatu tempat dan disitulah perbuatan amoral jauh dari norma Agama yang terjadi,” ujarnya.
“Ini sudah sekian ratus kasus. Memang angka kejahatan terhadap anak pada tahun 2022 dan 2023 meningkat drastis dan pelaku kejahatan seksual dan pelaku orang yang ada di sekitar anak, bukan hanya fisik tapi komunikasi," jelasnya.
Sebagian besar para pelaku ini memiliki tujuan tertentu dari kesenangan, hingga menguasai harta milik korbanya bahkan ada yang menjadikannya budak seks dengan mengancam teror dari perbuatan amoral yang dilakukan pelaku kepada korban dengan sengaja memvideokan aksi perbuatanya.
Load more