Lumajang, tvOnenews.com – Proyek penanganan tanggap darurat dampak bencana erupsi dan awan panas guguran (APG) Gunung Semeru oleh Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR pada tahap ketiga saat ini terus dikebut, ditengah potensi ancaman bahaya bencana erupsi Gunung Semeru yang masih sangat tinggi.
Menurut Direktur Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air, Dirjen SDA Kementerian PUPR Muhammad Adek Rizaldi, hingga dari total tiga tahap pembangunan tanggul sungai yang terdampak APG Semeru, pada tahap satu dan dua total sepanjang 13,8 km dilanjutkan 3,5 km dan yang bagian bawah sepanjang 16 km telah selesai dikerjakan.
“Saat ini, proses pengerjaan lanjutan pembangunan tanggul second line di aliran Sungai Lengkong Dusun Curah Kobokan, Desa Supit Urang, Kecamatan dari total sepanjang 905 meter tanggul, baru 71 % diantaranya telah selesai dikerjakan,” kata Adek kepada tvOnenews.com di lokasi pembangunan tanggul Sungai Besuk Lengkong, Rabu (17/5).
Adek menutrukan, jika saat ini proses pengerjaan tanggul Sungai Lengkong telah memasuki tahap ke 3, dengan total sepanjang 905 meter dan baru selesai dikerjakan 71 %.
“Saat ini dalam proses pengerjaannya kita sudah masik tahap ke 3, untuk proses tahap kesatu sudah selesai 100 %. Yang tahap ke 3 ini mengacu pada erupsi tahap ke 2, dimana pada erupsi yang kedua ini kita juga melakukan evaluasi kembali terkait tahap 1 dan tahap 2 yang sudah kita lakukan dan saat ini sudah mencapi 71 %,” jelasnya.
“Disini, kita juga melakukan penyempurnaan dari pekerjaan tahap satu. Saat ini, proses pembangunan tanggul tahap ke 3 ini kita geser sejauh 50 meter ke sisi utara dari posisi awal, dengan harapan jika ada debris atau aliran lahar datang tidak sampai mengarah maupun melimpas agar tidak sampai menggenangi pemukiman warga. Target kita di bulan Juni ini selesai dan akan kita lanjutkan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruki atau penanganan permanen,”sambungnya.
Adek menuturkan, bahwa pasca terjadinya erupsi dan APG Semeru pada awal bulan Desember 2021 silam, pihaknya telah ditugaskan untuk melakukan berbagai upaya penanganan pasca bencana, mulai dari tahapan penanganan tanggap darurat hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Kami dari kementrian PUPR terutama Dijen Sumber Daya Air ditugasi dalam konteks penanganan bencana disini mulai penanganan tanggap darurat dilanjutkan tahap penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi. Jadi saat ini kita masih dalam posisi tanggap darurat, bagaimana kita mengupayakan kejadian bencana itu tidak berdampak luas, intinya itu,” tuturnya.
Upaya yang telah dilakukan yakni pembukaan alur Sungai Lengkong, penutupan alur baru Sungai Lengkong, pembukaan alur Sungai Kobokan serta pembangunan tanggul sungai second line yang saat ini masih berlangsung.
“Jadi supaya tidak berdampak luas yang kita kerjakan adalah bagaimana kita mengembalikan alur sungai yang ada. Kemudian bagaimana kita membuang debris atau sedimen yang menghalang aliran sungai yang ada disini,” imbuhnya.
Adek juga menyatakan bahwa proses pembangunan tanggul Sungai Lengkong ini, terus dikebut mengingat potensi ancaman bahaya banjir lahar, erupsi maupun awan panas guguran Gunung Semeru masih cukup tinggi. Bahkan, sejarah mencatat frekuensi kejadiannya semakin lama semakin sepat.
“Seperti yang kita ketahui berdasarkan sejarah, erupsi Gunung Semeru ini pertama kali terjadi tahun 1818, kemudian tahun 1941 informasi juga ada, kemudian terjahir tahun 2021. Artinya kalau kita lihat sejarah, frekuensi kejadiannya semakin kesini itu semakin durasinya semakin cepat, semakin pendek. Kalau dulu periodenya seratus tahunan, kemudian pendek menjadi 50 tahunan, 25 tahunan mungkin kedepan lebih pendek lagi dan bisa menjadi periode tahunan,” pungkasnya. (wso/gol)
Load more