Gresik, tvOnenews.com - Ratusan warga pesisir Kelurahan Lumpur, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, melakukan aksi unjukrasa di PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo III, Kamis (25/5). Warga yang mayoritas para nelayan itu menolak rencana penandatanganan berita acara perubahan status tanah permukiman warga, menjadi Hak Pengelolaan (HPL).
“Warga sangat menolak adanya perubahan status tanah menjadi HPL (Hak Pengelolaan Lahan), karena lahan ini sudah kita huni sejak 1969, apalagi hunian kita uruk sendiri, jerih payah dari orang tua kita,” kata Ahmad Fasolin, salah satu warga Kelurahan Lumpur dalam orasinya, Kamis (25/5).
Masyarakat khususnya nelayan Kelurahan Lumpur, lanjut Fasolin, menginginkan perubahan status tanah yang mereka huni menjadi HGB murni, bukan HGB di atas HPL. Sebab jika merujuk Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 1960 Menteri Agraria, HGB di atas HPL ada masa dan biaya sewanya.
“Masyakarat ingin HGB murni, bukan HGB di atas HPL, sebab kalau HGB di atas HPL ada batas waktu dan biaya sewa,” tegasnya.
Ada beberapa alasan mendasar lain dalam penolakan warga terkait rencana perubahan status tanah permukiman penduduk menjadi ini, diantaranya ketika Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Kelurahan Lumpur memberikan petunjuk bahwa tanah oloran alami yang dihuni masyarakat nelayan bisa disertifikatkan.
Dengan kata lain, masyarakat Kelurahan Lumpur yang mayoritas sehari-hari mencari nafkah sebagai nelayan di laut masih ada harapan untuk bisa mendapatkan sertifikat dari sebidang tanah yang sudah mereka huni sejak tahun 1969, dengan mengikuti ketentuan dan mekanisme yang berlaku.
“Tanah negara yang dihuni masyarakat sejak tahun 1969 ini didirikan atas izin dari pejabat yang menjabat saat itu, dan saat kehadiran Pak Jokowi kesini beberapa waktu lalu, beliau menyatakan tanah oloran yang diurus masyarakat sendiri mestinya diperuntukkan untuk warga,” beber Fasolin.
Bahkan, sempat ada rencana pengukuran tanah. Namun seketika itu ditolak oleh warga karena sebelumnya tidak ada sosialisasi sama sekali. Anehnya, tiba-tiba muncul berita acara perubahan status tanah permukiman warga menjadi HPL yang akan ditandatangani oleh sejumlah pemangku kebijakan terkait.
“Sempat ada petugas yang mau melakukan pengukuran, tetapi ditolak oleh warga karena tidak ada sosialisasi sebelumnya. Tiba-tiba sekarang muncul berita acara, padahal belum ada pengukuran, akhirnya warga menolak, belum ada pengukuran kok tiba-tiba ada berita acara, kita sangat kecewa dan bahkan warga sangat menolak,” jelas Fasolin.
Dia menjelaskan bahwa total lahan permukiman warga di Kelurahan Lumpur yang terdampak rencana perubahan status lahan menjadi HPL seluas terdampak 1,8 hektar. Terdiri dari 589 rumah warga yang dihuni kurang lebih 2100 jiwa, serta 4 tempat ibadah yakni musala.
“Total 1,8 hektar. Terdiri dari 589 rumah warga yang dihuni kurang lebih 2100 jiwa, serta 4 tempat ibadah yakni musala. Kalau total keseluruhan 3 kelurahan kurang lebih 5 hektar,” tandasnya.
Aksi warga Kelurahan Lumpur sempat ditemui pihak Pelindo III, Arya Pradana Putra selaku Deputi Manager Property dan Rupa-rupa Usaha Jawa Timur II. Sayangnya, dia tidak bisa berkomentar sama sekali, karena sudah mengetahui informasi terkait sengketa lahan dan surat warga sudah terkirim ke BPN, Kecamatan dan tembusan-tembusan lainnya.
“Pak Arya sudah mengetahui bahwa warga menolak, karena sudah dua kali pertemuan pada 19 Maret 2023 dan ditolak oleh masyarakat,” sambung Fasolin.
Sehingga, perwakilan warga akhirnya menyerahkan bukti dokumen penolakan warga terhadap rencana perubahan status lahan menjadi HPL. Surat penolakan tersebut dibuat masing-masing warga dengan tanda tangan di atas materai.
“Bukti penolakan warga sudah kami serahkan, ada Pak Camat dan tiga lurah disaksikan seluruh warga yang ikut unjukrasa juga. Acara penandatanganan berita acara yang sebelumnya sudah dijadwalkan hari ini pun akhirnya batal,” ucap Fasolin.
Seperti diketahui sebelumnya, permasalahan status tanah negara yang telah dihuni masyarakat dan nelayan Kelurahan Lumpur ini sudah berjalan selama puluhan tahun. Bahkan, warga mengaku sudah pernah melakukan audiensi dengan Komisi III DPRD Gresik. (mhb/hen)
Load more