Sidoarjo, tvOnenews.com - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, I Ketut Suarta, S.H., M.H memutuskan untuk melanjutkan perkara atau menolak permohonan eksepsi terdakwa mantan Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah dalam kasus gratifikasi senilai Rp4.4 miliar. Keputusan itu disampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda putusan sela di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (31/8) pagi.
"Menolak permohonan eksepsi terdakwa dikarenakan perkara tersebut tidak masuk dalam asas ne bis in idem sebagaimana konstruksi dan kronologi kasus tersebut," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, I Ketut Suarta.
Selain itu, Ketua Majelis Hakim juga memerintahkan penuntut umum KPK untuk melanjutkan perkara demi hukum.
Sementara, Penasehat Hukum terdakwa Saiful Ilah, Mustofa Abidin mengaku akan menyerahkan semua keputusan kepada ketua majelis hakim. Mengingat keputusan tersebut sudah menjadi pertimbangan hakim.
"Meski kecewa, kami tetap harus menerima keputusan ini. Karena ini sudah masuk ke dalam pokok perkara, maka kita lihat nanti apakah terbukti atau tidak dipersidangan," singkatnya.
Terdakwa Saiful Ilah didakwa dengan pasal 12B Undang Undang No.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha. Totalnya mencapai Rp44 miliar. Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan handphone.
Perkara gratisikasi itu dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, yakni sejak tahun 2010 hingga 2020.
Mantan Bupati Sidoarjo sebelumnya diadili di Pengadilan Tipikor Juanda dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta. Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis 3 tahun penjara dan denda Rp.200 juta pada Oktober 2020. (khu/gol)
Load more