Bangkalan, tvOnenews.com - Salah seorang anggota komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangkalan, terlibat aktif dalam survei elektabilitas mantan Bupati Bangkalan, R. Abdul Latif Amin Imron dalam kepentingan politiknya.
Menanggapi hal itu Rektor Universitas Tronojoyo Madura (UTM) sekaligus Praktisi Hukum, Dr Syafi' mengungkapkan bahwa berdasarkan pandangan hukum, maka penyelenggara pemilu tidak diperbolehkan merangkap sebagai pelaksana survei elektabilitas.
"Tidak boleh lah, kan sudah jelas larangannya, melanggar kode etik jika terbukti," ungkapnya saat ditemui di gedung rektor UTM, Rabu (6/9).
Lanjutnya, adanya salah satu komisioner KPU Bangkalan yang diduga terlibat dalam survei elektabilitas mantan Bupati Bangkalan, mantan dekan fakultas hukum UTM itu tidak mengetahui secara jelas perkaranya.
"Sepanjang yang bersangkutan hanya dipanggil oleh KPK, untuk diminta keterangan sebagai saksi kasus Ra Latif (Mantan Bupati Bangkalan) maka tidak secara otomatis melanggar kode etik, ada di DKPP yang berwenang menentukan," jelas Syafi'.
Sementara itu Komisioner KPU RI, Idham Holik menegaskan bahwa penyelenggara pemilu baik ditingkat pusat, provinsi hingga kabupaten tidak boleh terlibat dalam lembaga survei.
"Ya tidak boleh lah, lembaga survei memiliki lembaga sendiri, penyelenggara pemilu juga memiliki lembaganya sendiri. Diaturan lembaga penyelenggara pemilu tidak boleh. Jika memang terjadi, laporkan saja ke DKPP," tegasnya di acara seminar Kampus UTM.
Diketahui sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 89-PKE-DKPP/VI/2023, melibatkan komisioner KPU Bangkalan, Sairil Munir diadukan oleh pemuda Bangkalan, Ahmad Annur .
Teradu didalilkan menerima uang dari Bupati Bangkalan non aktif R. Abdul Latif Amin Imron (Ra Latif), sebesar Rp 150 juta untuk melakukan survei elektabilitas sebagai persiapan kembali maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024. (fds/gol)
Load more