Surabaya, tvOnenews.com - Seorang Biarawati asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ikut prosesi wisuda di kampusnya Nahdlatul Ulama (NU). Dia diwisuda bersama ribuan mahasiswa lainnya.
Tak ada diskriminasi di kampus ini,” ungkap Biarawati ini.
Acara wisuda di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) jelang peringatan Maulid Nabi lain dari biasanya. Kali ini lantunan sholawat Nabi mengawali acara wisuda yang diikuti sebanyak 1.071 mahasiswa, Rabu (27/9) siang. Menariknya, dalam wisuda kali ini ada seorang biarawati yang juga ikut diwisuda di kampunya NU ini.
Lantunan sholawat Nabi dipimpin oleh Rektor diikuti para wisudawan dan undangan, berjalan khidmad. Selain diawali bacaan sholawat Nabi acara wisuda dan pelantikan kali ini juga dihadiri oleh rohaniawan dari empat agama berbeda, masing-masing, rohaniawan Khatolik, Kristen, Hindu dan rohaniawan Islam. Kehadiran empat rohaniawan tersebut untuk mendampingi pengambilan sumpah para wisudawan terlenatik yang berasal empat agama tersebut.
“Karena peserta pelantikan dan pengambilan sumpah diikuti empat agama, maka kami menghadirkan empat rohaniawan untuk mendampingi pembacaan sumpah atau janji. Ini menunjukkan pula bahwa peserta didik Unusa memang tidak hanya yang beragama Islam,” kata Rektor Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie., M.Eng.
Margaretha Kolo, salah satu wisudawan beragama Khatolik bercerita tentang pengalamannya kuliah di Unusa. Biarawati ini mengungkapkan, pertama kali dia tidak tahu harus masuk ke mana setelah tiba di Surabaya. Temannya merekomendasikan masuk ke Unusa. Awalnya ia ragu masuk ke kampus milik Nadhlatul Ulama ini, tapi ketika mendaftar dan langsung saat itu ditemui Rektor, ia meyakini jika di kampus ini tidak ada diskriminasi.
“Saya merasa sangat diterima di Unusa dan saya memaknainya sebagai sebuah panggilan untuk berada di kampus yang mahasiswanya sebagian besar beragama Islam. Tidak ada kekhawatiran apa pun dalam diri saya,” katanya.
Dikatakannya, dirinya ikut belajar agama Islam selama kuliah di Unusa.
“Ini yang membantu saya untuk memahami lebih banyak tentang ajaran agama dan nilai-nilai universal seperti cinta kasih,” ungkap perempuan lulusan Program Studi Gizi kelahiran, Oekolo, NTT, 30 Mei 1994 ini.
Cerita Margaretha diawal perkuliahan dirnya menjadi pusat perhatian mahasiswa lain, sebab dia tidak mengenakan jilbab sebagaimana mahasiswa muslim lainnya. Dia tetap mengenakan pakaian biarawati saat kuliah.
Mahasiswa lainnya, Ni Komang Sukrati (Hindu), Suryaningtyas (Kristen) dan Yuni Safritri Rambu Rauna Bela (Katolik), juga berbicara tentang pengalamannya di Unusa sebagai mahasiswa Non Muslim. Mereka bangga dan senang dapat berkuliah di Unusa tanpa mengalami diskriminasi meskipun ia tidak memakai jilbab, selama menjalani perkuliahan. (msi/gol)
Load more