Surabaya, tvOnenews.com - Hasil survei terbaru lembaga kredibel Charta Politika menyebut, pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra Presiden Joko Widodo dan tak lain adalah keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, malah membebani elektabilitas capres Prabowo Subianto. Hal itu dinilai wajar oleh pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi.
“Survei yang dilakukan oleh Charta Politika memperlihatkan tampilnya Gibran mendampingi Prabowo justru membebani Prabowo, alih-alih ikut memperkuat suara. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari persepsi tentang naiknya Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipisahkan dari intevensi kekuasaan dan penggunaan institusi hukum MK sebagai instrumen kekuasaan,” ujar Airlangga kepada media, Selasa (7/11).
Airlangga memaparkan, persepsi adanya dugaan intervensi kekuasaan di tubuh MK membuat pandangan publik bergeser, terutama bagi para pendukung Presiden Jokowi dan tidak serta merta memperkuat kandidasi Gibran.
“Justru yang terjadi adalah penguatan tentang tampilnya Gibran sebagai simbol representasi politik dinasti Jokowi yang berusaha melanggengkan kekuasaan,” ujar doktor alumnus Murdoch University, Australia, tersebut.
Seperti diketahui, pada Senin (6/11), Charta Politika merilis hasil survei terbaru. Simulasi tiga pasang calon presiden-calon wakil presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapat elektabilitas tertinggi yakni 36,8 persen, disusul Prabowo Subianto-Gibran (34,7 persen), dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (24,3 persen). Adapun jumlah responden yang tidak menjawab sebanyak 4,3 persen.
Dalam paparan Charta disebutkan, apabila dibandingkan hasil survei periode 26-31 Oktober 2023 dengan hasil survei periode 13-17 Oktober 2023 atau sebelum dibacakannya putusan MK serta pendaftaran para capres-cawapres, maka selisih elektabilitas antara Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud semakin tipis. Pada 13-17 Oktober 2023, selisihnya 9,8 persen. Namun, pada 26-31 Oktober 2023, selisih elektabilitasnya tinggal 3,4 persen.
Dari hasil survei, lanjut Airlangga, juga tercermin bahwa persepsi tentang politik dinasti terkait dengan Gibran membawa pandangan yang tidak baik di hadapan publik, mengingat ada indikasi problem etis dari pencalonan Gibran yang memunculkan kontroversi sejak keputusan MK yang meluluskan gugatan tentang syarat capres dan cawapres yang menjadi pembuka bagi tampilnya Gibran.
“Rangkaian persoalan ini kemudian membawa kandidasi Gibran sebagai ancaman terhadap demokrasi dan jaminan kesetaraan hukum, jadi malah tidak merepresentasikan suara milenial,” ujar Airlangga. (sha/far)
Load more