Surabaya, tvOnenews.com - Sejumlah praktisi hukum di Kota Surabaya mengapresiasi Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang telah mencopot Ketua MK Anwar Usman, dan memberi teguran secara tertulis pada hakim MK lainnya. Meski banyak kalangan masyarakat yang tidak puas dengan putusan tersebut, namun putusan MKMK ini harus tetap dihormati.
Menurut Sahlan Azwar, salah seorang praktisi hukum di Kota Pahlawan, di tengah polemik yang muncul di masyarakat, dengan adanya putusan MK yang dinilai melanggar kode etik, karena menyangkut conflict of interest, hubungan keluarga dan persoalan ketidakindependensi, serta membutuhkan martabat Mahkamah Konstitusi. Putusan MK ini pun menjadi kontroversi dan membuat gaduh.
“Dengan adanya putusan MKMK tersebut, tentu memberikan harapan kepada masyarakat, bahwa dengan putusan terhadap pelanggaran kode etik dan mencegah rasa keadilan, sehingga dengan pesan tersebut ya dimungkinkan Mahkamah Konstitusi kembali mendapat kepercayaan, mendapat apresiasi serta marwah MK kembali hadir,” ungkap Sahlan Azwar.
Artinya, kata Sahlan, mengapa yang menjadi polemik di tengah masyarakat lewat putusan tersebut bisa kembali mendapat marwah. Menurutnya, dengan adanya putusan MK soal batas usia capres cawapres atau adanya perubahan terhadap undang-undang, hal tersebut dapat mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Sehingga dengan adanya putusan MKMK ini memberikan sanksi kepada orang-orang yang terkait. Kita harap masyarakat memahami persoalan etik itu, bukan substansi dari apa yang diputuskan,” papar Sahlan.
Menurut praktisi dari Ranah Minang ini, substansinya itu tetap berjalan, sedangkan yang dihukum itu adalah etikanya. Sama misalnya kepada masyarakat atau pejabat yang sudah terlanjur menandatangani sebuah keputusan, maka keputusan itu bisa ditinjau ulang atau memang lanjut.
“Cuman dalam persoalan konstitusi dia tidak bisa ditinjau ulang, keputusan itu final dan mengikat. Ketika keputusan tersebut kendalian banding maka dia otomatis berlaku. Ketika dia berlaku walaupun putusan itu cacat, putusan itu memang buruk tapi tetap berlaku,” jelasnya.
Oleh karenanya, sambung Sahlan, walaupun ada Mahkamah Etik yang bisa memutus perilaku hakim MK, tapi tidak akan memutus pada hukumnya. Sehingga apapun tetap berlaku. Hal ini tentu menjadi pelajaran sekaligus menjawab isu di tengah masyarakat.
“Bahwasanya memang ada yang bilang keputusan MK harus batal. Bahkan, ada yang menghujat majelis kehormatan MK. Saya pikir itu sudah pada koridornya, apa yang diputuskan MKMK itu sudah baik, mencopot Ketua MK dan memberi teguran lisan kepada beberapa hakim itu sudah sangat baik,” tandas Sahlan.
Suara Keadilan dan Marwah MK
Sementara itu, praktisi hukum lainnya Vendy Hermawan mengatakan, bahwasanya bagaimanapun putusan MKMK itu merupakan sebuah putusan.
“Artinya, kita sebagai seorang praktisi hukum mengenal ada yang namanya Res Judicata Pro Veritate Habetur, artinya setiap putusan harus dianggap benar,” ujar Vendy Hermawan.
Jadi, kata Vendy, kita menghargai atas putusan MKMK itu merupakan suatu langkah ke depan. Artinya secara etika maupun secara hukum, ada langkah-langkah penegakan yang diambil untuk memperbaiki hukum ke depan.
“Harapan kami, harapan ke depan semoga hukum kita menjadi lebih baik,” imbuhnya.
Sedangkan pendapat Iqbal Safirul Barki SH MH, seorang praktisi hukum lainnya di Surabaya memandang, dari strata keputusan MKMK sudah baik. Sebagai praktisi hukum dirinya menanggapi putusan MKMK ini sangat baik karena mengembalikan marwah MK.
“Marwah Mahkamah Konstitusi yang kemarin dinilai masyarakat umum di Indonesia, tidak tepat mengenai usia batas bawah maupun batas atas. Karena itu, kita semua ini kan kemauan masyarakat di dalam pemilu yang demkoratis. Saya cukup mengapresiasi putusan MK ini untuk mengembalikan marwah,” ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, ada sebagian masyarakat yang belum puas dengan keputusan MKMK ini, mestinya masyarakat harus sudah memahami bahwasanya terhadap putusan MKMK itu tidak bisa membatalkan putusan MK nomor 90.
“Kalau enggak salah kemarin yang bisa adalah masyarakat ini melakukan lagi gugatan baru untuk membatalkan putusan yang sebelumnya,” imbuhnya.
“Jadi hal ini bisa menjadi edukasi bagi masyarakat yang memang katakanlah awam terhadap hukum, supaya masyarakat Indonesia ini tahu bahwasanya ada mekanisme yang harus ditempuh. Tidak bisa dibatalkan melalui etik, karena yang disidangkan kemarin adalah etik daripada hakim-hakim MK,” pungkasnya. (msi/far)
Load more