Surabaya, tvOenews.com – Membingungkan, inilah yang dirasakan oleh Agung Satryo Wibowo, seorang pengacara yang juga konsultan pajak di Surabaya. Agung merasa bingung. Pasalnya, dia digugat oleh Ardi Harijanto, Direktur CV Bina Niaga sebesar Rp6,5 miliar dan meminta rumah serta kantornya untuk disita. Padahal, feenya sebagai mantan pengacaranya justru belum dibayar oleh direktur penganggung pajak sebesar Rp8,1 miliar tersebut. Agung menduga, gugatan ini sengaja dilakukan Ardi untuk menghindari membayar fee suksesi.
"Adanya pemberitaan di media massa, pak Ardi seolah-olah membuat cerita atau opini utamanya itu adalah perkara Rp185 juta yang disita dan ditarik oleh Direktorat Jenderal Pajak. Seperti kenapa saya meminta fee sukses sampai dengan Rp200 juta, sedangkan uang yang diblokir dan ditarik oleh Direktorat Jenderal Pajak hanya Rp185 juta itu sangat tidak benar," tampik Agung kepada awak media saat dikonfirmasi.
Agung menjelaskan, bahwa Ardi Harijanto selaku Direktur atau Penanggung Pajak CV. Bina Niaga masih memiliki hutang pajak senilai Rp8,1 miliar. Maka uang Rp185 juta yang diblokir oleh Direktorat Jenderal Pajak itu hanya sebagian kecil untuk menggeser pokok sengketa sebenarnya, yaitu tentang adanya hutang pajak yang masih harus dibayar Ardi Harijanto. Hal tersebut seharusnya menjadi dasar atau materi yang juga dimunculkan dalam gugatan PMH terhadap Agung.
Agung mengaku bingung atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang ditujukan terhadap dirinya.
"Saya terus terang juga bingung nih, artinya perbuatan hukum mana yang saya langgar seperti itu, yang mana tuntutan gugatan PMH tersebut, Ardi meminta ganti rugi ke saya sampai dengan Rp6,5 miliar dan minta rumah dan kantor saya untuk disita," ujar Agung.
Seperti diketahui, Ardi Harijanto menggugat PMH dengan harapan bisa mendapatkan kembali uang fee dari Agung selama menjadi pengacara tambahan untuk menangani perkaranya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada tahun 2020 lalu. Dimana Ardi mengklaim mengeluarkan biaya all on sebesar Rp50 juta untuk seluruh pengurusan perkara pajaknya.
"Seperti yang saya sampaikan secara logis, wajar tidak dengan pokok sengketa hutang pajak sebesar Rp8,1 miliar sekian dengan biaya hanya Rp50 juta? dan saya harus melalui jalan darat untuk mengikuti sidang itu dari Surabaya ke Pengadilan Pajak di Jakarta," paparnya.
Gugatan melawan hukum diajukan Ardi Harijanto setelah gugatan wanprestasi dilakukan Agung Satryo Wibowo di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Yang mana hasil putusan wanprestasi yang diajukan Agung, telah diputus dengan amar putusan majelis hakim menyatakan perjanjian lisan antara Penggugat (Agung) dengan Tergugat II (Ardi Harijanto) sah dan mengikat, serta memerintahkan kepada Ardi Harijanto sebagai tergugat II untuk membayar sukses sebesar Rp200 juta dan PPNnya sebesar 11 persen.
"Hasil sidang wanprestasi sendiri majelis hakim sudah memberikan amar putusannya, menyatakan perjanjian lisan antara saya Agung Satryo dengan tergugat Ardi Harijanto sah dan mengikat. Kemudian amar putusan yang lain adalah memerintahkan kepada tergugat Ardi Haryanto untuk membayar suksesi sebesar Rp200 juta dan PPNnya sebesar 11 persen atau Rp22 juta," ungkapnya.
Meskipun mengalami kerugian material, Agung Satryo tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan hingga putusan ini berkekuatan hukum tetap atau Inkracht.
"Saya tetap sabar. Saya tunggu sampai putusan itu Inkracht menjadi seperti apa, kita akan hormati. Putusan hukum seperti itu dengan harapan bahwa Rp200 juta itu memang saya punya hak,” ujarnya.
“Selain itu, sebetulnya di dalam proses gugatan yang saya lakukan di pengadilan pajak itu, saya juga tidak bekerja sendirian, tapi juga ada tim yang ada di Jakarta. Yaa, ada yang sampai sudah meninggal terkena covid, karena kasus itu terjadi persidangannya di masa pandemi covid-19 tahun 2020 lalu," tandasnya.
Sementara itu, Ardi Harijanto, Direktur CV Bina Niaga belum bisa dihubungi saat sejumlah awak media mengontak nomer telponnya untuk meminta konfirmasi kasus tersebut. (msi/far)
Load more