Dia menggambarkan dasar hukum yang menjadi landasan bagi mantan ketua KPK untuk mengajukan praperadilan. Ia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2014 yang menetapkan seseorang sebagai tersangka berhak mengajukan pra peradilan.
"Sehubungan dengan pasal 77 sampai 83, ini ada hubungannya dengan mantan ketua KPK. Jika pra peradilan dikabulkan, berarti menganulir Keppres karena dinonaktifkan dengan adanya PLT penggantinya," tukasnya.
Proses pra peradilan ini berkaitan erat dengan peran Presiden dalam nonaktifkan ketua KPK. Menurut Prof Bowo, undang-undang nomer 30 tahun 2002 menyebutkan bahwa ketua KPK yang menjadi tersangka harus dinonaktifkan melalui Keppres. Namun, perubahan dalam undang-undang tahun 2019 membuat KPK menjadi independen, dan hal ini menjadi perdebatan dalam konteks preseden terburuk.
Prof Bowo menegaskan bahwa peran hakim dalam sidang pra preadilan sangat krusial.
"Hakim yang mengutus dan pra peradilan tidak bisa ada upaya apapun, baik upaya banding, kasasi, maupun PK. Hal ini menunjukkan keputusan hakim harus dihormati dan tidak dapat diganggu gugat,” tuturnya.
Ia juga menyoroti pentingnya proses hukum yang teliti. Dalam konteks penetapan tersangka, Prof Bowo menjelaskan bahwa prosesnya tidak langsung, melainkan melalui serangkaian tahapan seperti pemeriksaan saksi, penggeledahan barang bukti, dan melibatkan ahli.
"Semua itu tergantung dari keputusan Presiden. Jika dikabulkan, mantan ketua KPK dapat kembali lagi sebagai Ketua KPK sesuai dengan Keppres. Namun, ada plus dan minusnya terkait independensi KPK," tambah Prof Bowo.
Load more