“Selain lembaga legislatif mengawasi, masyarakat juga boleh melakukan kontrol atas bagaimana jalannya kekuasaan itu,” ungkapnya.
Namun, satu hal yang perlu diperhatikan. Bahwa kritik harus dilandasi oleh kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, dan kebijaksanaan yang terdapat pada sila keempat Pancasila. Ia menekankan, kritik yang dilakukan merupakan sebagai bentuk kontrol atas kinerja.
“Artinya, kritik itu tidak untuk merendahkan kekuasaan atau seseorang yang sedang berkuasa. Tapi dipakai untuk melakukan kontrol atas kinerja. Bedakan antara kritik dengan menghina,” jelas Listiyono.
Etika publik dalam melakukan kritik merupakan suatu keharusan. Serta, kemampuan membedakan antara kritik dengan menghina juga perlu. Menurut Listiyono, kritik merupakan sebuah keniscayaan, namun menghina bukan bagian dari kritik. Perlu diperhatikan pula, adat serta budaya luhur yang sejak lama ada.
“Dalam adat budaya luhur kita, seorang pemimpin itu harus dihormati. Kita boleh mengkritik kinerjanya, tapi kita tidak boleh menghina personalnya. Karena demokrasi kita bukan demokrasi liberal. Demokrasi kita berdasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,” ujarnya.
Kritik yang Bijak
Listiyono telah menyampaikan sebelumnya, bahwa sistem demokrasi Indonesia bukanlah sistem liberal. Melainkan berdasar pada ideologi bangsa, yakni Pancasila. Maka, ketika menyampaikan kritik, ada nilai-nilai dalam Pancasila yang tetap harus ditegakkan.
Load more