Surabaya, tvOnenews.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait Presiden dan Menteri boleh kampanye menuai kontroversi. Pakar Hukum Tata Negara di Surabaya menyebutkan hal tersebut memang sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
Meski begitu, jika Presiden Jokowi tetap melakukan kampanye dan berpihak pada salah satu peserta pemilu, langkah ini dinilai terlalu beresiko dan bisa menjadi entrypoint atau pintu masuk untuk pemakzulan Presiden.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Dr Hufron menyebutkan, pernyataan Presiden Jokowi soal Presiden dan Menteri boleh kampanye, secara normatif ada di Undang-Undang Pemilu, yang menyebutkan Presiden, Menteri dan pejabat negara boleh kampanye, namun ada syaratnya yakni cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas negara.
“Ketentuan ini sesungguhnya sangat abstrak dan sulit untuk kemudian dipisahkan antara pejabat negara. Di satu sisi, dia sebagai pribadi dan di sisi lain dalam konteks menjalankan tugas kampanye sulit dipisahkan. Misalnya kalau ini presiden tentu ada pengamanan, tentu akan sulit dalam konteks pengamanan dipisahkan antara Presiden di satu sisi dan dia sebagai seorang pribadi,” ungkap Hufron.
Hufron juga menjelaskan, di pasal 282 Undang Undang Pemilu menyebutkan, pejabat negara mulai Menteri, Bupati sampai Kepala Desa dilarang mengadakan atau melakukan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan peserta pemilu tertentu.
Ketentuan di dalam Undang-Undang Pemilu seperti ini dinilai Hufron kontraditori, di satu sisi boleh namun di sisi lain ada batasan yang tidak mudah dalam penerapannya.
“Menurut saya tentu perumusan di dalam Undang-Undang Pemilu yang menimbulkan multitafsir seperti ini harus dikaitkan dengan secara filosofis. Apa tugas dibentuknya pemerintahan negara salah satu tugas penting dibentuknya pemerintahan negara Republik Indonesia itu adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” paparnya.
Load more